Minggu, 31 Mei 2009

Benarkah Istilah "Salafi" Pengganti Istilah Ahlussunah?

al-Sheikh Prof. Dr. Muhammad Said Ramadhan al-Bouthi ( ulama syiria )
Terjemahan:“Dan manakala apabila seorang Muslim mentakrifkan / memperkenalkan dirinya dengan menyatakan bahawa dia disandarkan kepada sebuah mazhab yang dikenali pada hari ini dengan al-Salafiyyah, maka tanpa ragu-ragu lagi dia adalah seorang ahli bid’ah.

Ini adalah kerana sekiranya istilah “al-Salafiyyah” boleh memberi maksud yang sama seperti “Ahli Sunnah dan Jamaah”, maka sesungguhnya dia telah melakukan bid’ah dengan mencipta nama yang berbeza dengan nama yang telah disepakati oleh generasi Salaf [Semoga keredhaan Allah dilimpahkan ke atas mereka].

Dan nama yang bid’ah lagi tidak diperlukan ini telah cukup untuk menimbulkan ketidakstabilan dan perpecahan di dalam saf-saf [perpaduan] umat Islam.

Dan manakala sekirannya nama al-Salafiyyah ini memberi maksud yang berbeza dengan dengan hakikat Ahli Sunnah dan Jama’ah – dan inilah kebenarannya – maka bid’ah ini telah berlaku dengan nama rekaan tersebut [al-Salafiyyah] serta kandungannya yang bathil, dan istilah ini cuba menegakkan benderanya dan mengangkat kedudukannya sebagai ganti kepada kebenaran yang telah disepakati oleh generasi Salaf dan [generasi Salafus Soleh pada hakikatnya] telah berijma’ menggunakan nama “Ahli Sunnah dan Jama’ah” [bagi golongan yang benar].”

Maka telah terbuktilah bid’ah [golongan Salafi Wahhabi ini] dalam menggunakan istilah “al-Salafiyyah” di samping maksudnya yang juga bid’ah untuk digunakan sebagai jenama/nama bagi sebuah kumpulan baru [Salafi Wahhabi] yang memisahkan diri mereka dari jemaah umum Umat Islam yang bersatu dalam menggunakan istilah “Ahli Sunnah dan Jama’ah” serta berpegang dengan hakikat [Ahli Sunnah dan Jama’ah] yang benar.”

Baca selengkapnya...

Sabtu, 30 Mei 2009

pemalsuan Al Adzkar terbitan Dar Al Huda Riyadh

Awal kutipan ====>>>
Ok..ikut sharing masalah pemalsuan Al Adzkar terbitan Dar Al Huda Riyadh tahun 1409H.

Ada 2 poin pemalsuan itu:
1. Penghapusan kisah Al 'Utbi: Yang mengisahkan bahwa beliau melihat Al A'rabi yang meminta kepada Rasulullah di kubur beliau agar memintakan ampun kepada Allah, kemudian setelah Al A'rabi pergi Al Utbi tidur dan bermimpi bertemu Rasulullah shallahu alaihi wasalam yang bersabda:"Wahai Al Utbi kejarlah Al A'rabi dan berilah kabar kalau ia sudah diampuni. Kisah ini secara sanad memang dhoif, akan tetapi para ulama (seperti Al Hafidz Ibnu Katsir dalam tafsir beliau, 2/306) menyebutkan sebagai contoh bahwa ayat “Dan mereka itu jika telah berbuat dosa mendholimi diri mereka sendiri, lalu mereka datang padamu, maka mereka beristighfar pada Allah, dan lalu Rasul beristighfar pula untuk mereka, maka mereka akan menemui Allah maha menerima taubat dan berkasih sayang” (An Nisa' 64), berlaku untuk umum, baik waktu hidup maupun meninggal.

2. Mengganti perkataan Imam An Nawawi, beliau menyebutkan:" Fasal dalam Masalah Ziarah Kubur Rasulullah Shalalhu Alaihi Wasallam dan dzikir-dzikirnya: Ketahuilah, seyogyanya kepada masing-masing yang menunaikan haji melakukan ziarah Rasulullah, baik yang satu jalur dengan tempat itu atau tidak, karena menziyarahi beliau termasuk taqarrub yang penting, perjalanan yang paling menguntungkan serta seafdhal-afdhalnya permohonan"
Ini diganti dengan kalimat:"Fasal dalam Masalah Ziyarah Masjid Rasul: Ketahuilah, disunnahkan kepada siapa yang menziyarahi masjid Rasul melakukan banyak shalawat kepada beliau" (hal. 295, cet. Dar Al Huda).

Tentu ini sama dengan bohong. Karena mereka menyebutkan bahwa Al Adzkar karya Imam An Nawawi, tapi ternyata kalimat Imam An Nawawi dihilangkan. So orang menyangka bahwa kata-kata pemalsu adalah kata-kata Imam An Nawawi. Dan dalam manuskrip tidak juga ditemukan kata-kata itu, muhaqiqnya sendiri Syeikh Al Arnau'th mengakui bahwa hal itu termasuk hal-hal yang dilarang karena ini termasuk amanah ilmiyah...

Alhamdulillah ana punya copy dari tulisan tangan Syeikh Al Arnauth beserta tandat tangan beliau, yang menyatakan melepas diri dari mereka yang melakukan pemalusuan Al Adzkar terbitan Dar Al Huda. Dari tulisan itu juga dikatahui siapa sebenarnya yang memalsukan Al Adzkar itu. Sekian dulu...moga bermanfaat...

Nama muhaqiq Al Adzkar Dar Al Huda Adalah Syeikh Abdul Qadir Al Arnauth, salah satu ulama hadits dari Syiria, dikenal dengan Syeikh Al Arnauth.

Al Adzkar hasil tahqiq beliau sudah diterbitkan di Damaskus tahun 1391 H, kemudian diterbitkan lagi lewat Dar Al Huda Riyadh tahun 1409 H. Dalam tulisan beliau, disebutkan bahwa ada salah satu asatidz mengetahui adanya pemalsuan pada Al Adzkar Dar Al Huda.

Asatidz yang disebut tersebut adalah Mahmud Sa’id Mamduh, salah satu ulama hadits Mesir. Beliau mengira bahwa yang melakukan pemalsuan adalah Syeikh Al Arnauth, oleh karena itu beliau menelpon salah satu anak dari Syeikh Al Arnauth yang berada di Dubai, karena terbitan sebelumnya berbeda dengan terbitan Dar Al Huda.

Akhirnya, Syeikh Al Arnauth membuat pernyataan tertulis, yang berisi pernyataan bahwa beliau tidak berani berbuat demikian. Dan beliau juga menjelaskan bahwa bukan Dar Al Huda yang melakukan pemalsuan itu (pemilik Dar Al Huda adalah Ahmad Nuhas, teman baik Syeikh Al Arnauth). Yang melakukan adalah Hai’ah Muraqabah Al Mathbu’ah (Badan Sensor Penerbitan) yang berada di bawah Buhuts Al Ilmiyah wa Al Irsyad wa Ad Dakwah di Riyadh.

Akhirnya terbitan itu ditarik dari pasaran dan dicetak ulang dengan mengembalikan kisah Al Utbi dan perkataan Imam An Nawawi mengenai ziarah makam Rasulullah shalallahu alaihi wasalam….

Mengomentari versi manuskrip
Pemalsuan tidak ada hubungannya dengan versi manuskrip. Muqahiq kalau menjumpai ada beberapa fersi biasanya diberitahukan dalam foot note bahwa ada beberap versi. Ini sudah lazim. Apalagi tentang muwatha', biasanya dalam sampul ditulis, muwatha' riwayat fulan..., karena ada beberapa periawayatan mengenai kitab ini.

Selama punya pijakan naskah, walau berbeda dengan naskah lain, bukan pemalsuan namanya. Di sini biasanya muhaqiq mentarjih, mana versi yang kira-kira peling valid.

Jika muhaqiq tidak setuju dengan isi manuskrip, bukan merubah isi teks atau menghilangkannya, tapi memberinya keterangan dalam foot note...

Nah...ini namanya amanat ilmiyah...
moga bermanfaat...wassalam

<==akhir kutipan

== icun bin abdulah ==
Baca selengkapnya...

Muzakaroh Iman Yakin

Perkara terpenting dalam kehidupan seorang manusia, adalah iman. Perkara yg paling berharga adalah iman. Derajat yg paling mulia, adalah iman. Kekayaan yg sebenarnya adalah iman.

Hari ini, kebanyakan manusia telah terbiasa menghitung-hitung kekayaan seseorang dengan apa yg nampak pada zhahirnya. Dan tolok ukurnya pun beragam. Dengan uangnya, dengan hartanya, dengan sawahnya, dengan perusahaannya, dengan tokonya. Dan itu semua adalah perhitungan yg keliru.

Sungguh, akan datang satu masa dimana manusia mati, saat itu dia baru sadar bahwa dia tidak memiliki apa-apa. Dia tidak punya rumah, tidak punya kendaraan, tidak punya uang dan harta, tidak punya perusahaan, sawah, ataupun toko. Maka saat itu dia baru paham, bahwa perhitungan yg telah dia buat selama ini adalah perhitungan yg keliru. Dan saat itupun dia tahu, bahwa selama ini dia telah tertipu dan keliru.

Memang telah menjadi ketetapan Allah swt, bahwa dunia ini tidak bisa dimiliki, oleh siapapun. Rumah tidak bisa dimiliki, kendaraan tidak bisa dimiliki, uang dan harta tidak bisa dimiliki, perusahaan, sawah ataupun toko, tidak bisa dimiliki. Semua itu akan kita tinggalkan, dan akan meninggalkan kita semua. Sampai-sampai makanan yg telah masuk ke dalam perut kita pun, beberapa jam kemudian akan keluar lagi, masuk ke dalam kakus, tidak bisa dimiliki. Jadi apa yg bisa kita miliki dari dunia ini ?

Dan kebanyakan dari kita pun sudah sangat terbiasa, mengukur kemuliaan seseorang dari pangkat, jabatan, ataupun kekuasaan yg dimilikinya. Dan inipun adalah tolok ukur yg sangat keliru. Karena pasti tiba satu masa, dimana seluruh pangkat, jabatan, pun kekuasaan akan hilang dari tangan manusia. Pada masa itu, bangkainya seorang raja dan bangkainya seorang kuli sama saja. Maka janganlah tertipu dan keliru. Inilah nikmat sesungguhnya. Inilah kekayaan sebenarnya. Ya, nikmat iman.

Sebiji dzarrah iman akan Allah ganti dengan surga. Sekecil-kecilnya surga, seluas bumi lipat sepuluh kali. Ini apabila kita bandingkan dari segi luas. Apabila kita bandingkan dari segi nilai, maka sungguh tidak berbanding. Baginda Nabi saw pernah sampaikan bahwa tempat cemetinya seorang ahli surga lebih mahal daripada dunia dan segala isinya. Ini baru tempat cemetinya, belum lagi cemetinya. Belum lagi dengan istana-istananya ? Dan itu semua Allah berikan untuk dimiliki, selama-lamanya.

Seorang ahlul iman adalah calon raja besar. Hari ini apabila ada seseorang yg dicalonkan jadi presiden, misalnya. Maka orang itu akan dianggap orang yg istimewa, padahal belum tentu jadi. Kalaupun jadi, itu hanya dalam beberapa tahun saja. Dan beberapa tahun itupun pasti penuh dengan masalah. Tapi tetap saja orang tadi akan dianggap orang yg istimewa. Bandingkan dengan ahlul iman, dia adalah calon raja besar di surga. Dan yg mencalonkan, Allah sendiri. Dan ini pasti jadi.

Maka, adalah sebuah karunia yg tak ternilai harganya ketika Allah tanamkan dalam hati kita benih-benih iman. Namun sayangnya kita tidak paham terhadap perkara ini. Bahkan sebagian lainnya tidak mau paham. Sehingga kita tidak bisa menghargai nikamat yg sangat agung ini. Kalaulah kita habiskan seluruh usia kita untuk mensyukuri nikmat ini, maka sungguh, itu semua tidak akan pernah cukup.

Seorang 'alim telah datang ke negerinya orang kafir. Di tengah jalan dia bertemu dengan seorang lumpuh yg buta, bahkan seluruh tubuhnya dipenuhi penyakit lepra. Orang 'alim tadi heran karena melihat dari mulut orang sakit tadi tidak henti-hentinya keluar kalimat tahmid, "alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah, ............ .......". Maka si 'alim bertanya, "Wahai tuan, anda ini lumpuh, tidak bisa melihat, dan berpenyakit. Tapi dari mulut anda tidak henti-hentinya keluar ucapan tahmid. Nikmat Allah mana yg anda syukuri ?". Dan orang sakit tadi menjawab, "Anda ini betul-betul bodoh. Coba anda perhatikan, berapa banyak orang yg hidup di negeri ini ? Yg kenal kepada Allah hanya saya saja. Bukankah ini nikmat yg sangat besar ?".

Maka inilah perkara yg harus sama-sama kita perbaiki.Karena hal inilah yg telah membuat tertib hidup kita jadi salah. Banyak dari kita yg menghabiskan waktunya hanya untuk mengejar kekayaan, pangkat, jabatan, dan lain sebagainya, sampai-sampai lupa diri dan lupa waktu. Padahal, sehebat apapun usaha yg kita buat, tetap saja kita tidak akan mendapatkan lebih dari apa yg telah Allah tentukan untuk kita.

Wallahu a'lam.
Baca selengkapnya...

Rabu, 27 Mei 2009

Hadis tentang biji tasbih

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang tasbih, maka beliau mengatakan bahwa sebagian orang membencinya dan sebagian yang lain memperbolehkannya dan ketika menggunkan tasbih itu niatnya bagus, maka hal itu adalah baik dan tidak dimakruhkan. (Fatawi al-Lajnah al-Daimah li al-Buhuts al-Ilmiyah wa al-Ifta': 9/125 dan Majmu' Fatawi Ibni Taimiyah: 5/226)

Hadit ini termaktub dalam Nailul Awtarnya As-Syaukani :

وعن سعد بن أبي وقاص: أنه دخل مع رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم على امرأة وبين يديها نوى أو حصى تسبح به فقال: أخبرك بما هو أيسر عليك من هذا أو أفضل، سبحان الله عدد ما خلق في السماء، وسبحان الله عدد ما خلق في الارض، وسبحان الله عدد ما بين ذلك، وسبحان الله عدد ما هو خالق، والله أكبر مثل ذلك، والحمد لله مثل ذلك، ولا إله إلا الله مثل ذلك، ولا حول ولا قوة إلا بالله مثل ذلك رواه أبو داود والترمذي

وأما الحديث الثاني فأخرجه أيضا النسائي وابن ماجه وابن حبان والحاكم وصححه وحسنه الترمذي.


Daripada said bin abi waqas :

“aku bersama Nabi SAW masuk kedalam ke ruangan seorang wanita yang dihadapannya terletak biji-bijian yang digunakannya untuk bertasbih….(Alhadit)”

"Hadit ini telah dikeluarkan juga oleh Imam An-Nasa'i, Ibn Majah dan Ibn Hibban dan Hakim dalam sohihnya dan Turmudzi telah menghasankannya"

berikut dalam sunan Ibn Hibban
1. - أخبرنا محمد بن إسحاق بن خزيمة قال : حدثنا علي بن عبد الرحمن بن المغيرة قال : حدثنا ابن أبي مريم قال : أخبرنا يحيى بن أيوب قال : حدثني ابن عجلان عن مصعب بن محمد بن شرحبيل عن محمد بن سعد بن أبي وقاص عن أبي أمامة الباهلي Y أن رسول الله صلى الله عليه و سلم مر به وهو يحرك شفتيه فقال : ( ماذا تقول يا أبا أمامة ؟ ) قال : أذكرربي قال : ( ألا أخبرك بأكثر أو أفضل من ذكرك الليل مع النهار و النهار مع الليل ؟ أن تقول : سبحان الله عدد ما خلق وسبحان الله ملء ما خلق وسبحان الله عدد ما في الأرض والسماء وسبحان الله ملء ما في الأرض والسماء وسبحان الله عدد ما أحصى كتابه وسبحان الله عدد كل شيء وسبحان الله ملء كل شيء وتقول : الحمد لله مثل ذلك ) K إسناده حسن

2 - أخبرنا عبد الله بن محمد بن سلم قال : حدثنا حرملة بن يحيى قال : حدثنا ابن وهب قال : أخبرني عمرو بن الحارث أن سعيد بن أبي هلال حدثه عن عائشة بنت سعد بن أبي وقاص عن أبيها أنه دخل مع رسول الله صلى الله عليه و سلم على امرأة في يدها نوى أو حصى تسبح فقال Y ( ألا أخبرك بما هو أيسر عليك من هذا وأفضل ؟ سبحان الله عدد ما خلق في السماء وسبحان الله عدد ما خلق في الأرض وسبحان الله عدد ما هو خالق والله اكبر مثل ذلك والحمد لله مثل ذلك ولا إله إلا الله مثل ذلك ولا حول ولا قوة إلا بالله مثل ذلك ) K إسناده صحيح

berikut dalam Al-Mustadrak
1. حدثناه إسماعيل بن أحمد الجرجاني ثنا محمد بن الحسن بن قتيبة العسقلاني ثنا حرملة بن يحيى أنبأ بن وهب أخبرني عمرو بن الحارث أن سعيد بن أبي هلال حدثه عن عائشة بنت سعد بن أبي وقاص رضى الله تعالى عنه عن أبيها أنه دخل مع النبي صلى الله عليه وسلم على امرأة وبين يديها نوى أو حصى أخبرك بما هو أيسر عليك من هذا وأفضل قولي سبحان الله عدد ما خلق في السماء سبحان الله عدد ما خلق في الأرض تسبح فقال سبحان الله عدد ما بين ذلك وسبحان الله عدد ما هو خالق والله أكبر مثل ذلك والحمد لله مثل ذلك ولا إله إلا الله مثل ذلك ولا قوة إلا بالله مثل ذلك
بإسناد أصح

2. [ 2008 ] حدثنا علي بن حمشاذ العدل ثنا هشام بن علي السدوسي ثنا شاذ بن فياض ثنا هاشم بن سعيد عن كنانة عن صفية رضى الله تعالى عنها قالت دخل علي رسول الله صلى الله عليه وسلم وبين يدي أربعة آلاف نواة اسبح بهن فقال يا بنت حيي ما هذا قلت اسبح بهن قال قد سبحت منذ قمت على رأسك أكثر من هذا قلت علمني يا رسول الله قال قولي سبحان الله عدد ما خلق من شيء هذا حديث صحيح الإسناد ولم يخرجاه وله شاهد من حديث المصريين بإسناد أصح من هذا

berikut dalam Turmudzi
حدثنا أحمد بن الحسن حدثنا أصبغ بن الفرج أخبرني عبد الله بن وهب عن عمرو بن الحرث أنه أخبره عن سعيد بن أبي هلال عن خزيمة عن عائشة بنت سعد بن أبي وقاص عن أبيها Y أنه دخل مع رسول الله صلى الله عليه و سلم على امرأة وبين يديها نوى أو قال حصى تسبح به فقال ألا أخبرك بما هو أيسر عليك من هذا أو أفضل ؟ سبحان الله عدد ما خلق في السماء وسبحان الله عدد ما خلق في الأرض وسبحان الله عدد ما بين ذلك وسبحان الله عدد ما هو خالق والله أكبر مثل ذلك والحمد لله مثل ذلك ولا حول ولا قوة إلا بالله مثل ذلك
قال وهذا حديث حسن غريب من حديث سعد

Baca selengkapnya...

Sunnahnya Membaca Qunut Subuh

Sunnahnya Membaca Qunut Subuh

A. Hukum Membaca Qunut Subuh

Di dalam madzab syafii sudah disepakati bahwa membaca doa qunut dalam shalat subuh pada I’tidal rekaat kedua adalah sunnah ab’ad. Sunnah Ab’ad artinya diberi pahala bagi yang mengerjakannya dan bagi yang lupa mengerjakannya disunnahkan menambalnya dengan sujud syahwi.

Tersebut dalam Al majmu’ syarah muhazzab jilid III/504 sebagai berikut :

“Dalam madzab syafei disunnatkan qunut pada waktu shalat subuh baik ketika turun bencana atau tidak. Dengan hukum inilah berpegang mayoritas ulama salaf dan orang-orang yang sesudah mereka. Dan diantara yang berpendapat demikian adalah Abu Bakar as-shidiq, Umar bin Khattab, Utsman bin affan, Ali bin abi thalib, Ibnu abbas, Barra’ bin Azib – semoga Allah meridhoi mereka semua. Ini diriwayatkan oleh Baihaqi dengan sanad yang shahih. Banyak pula orang tabi’in dan yang sesudah mereka berpendapat demikian. Inilah madzabnya Ibnu Abi Laila, Hasan bin Shalih, Malik dan Daud.”

Dalam kitab al-umm jilid I/205 disebutkan bahwa Imam syafei berkata :

“Tidak ada qunut pada shalat lima waktu selain shalat subuh. Kecuali jika terjadi bencana, maka boleh qunut pada semua shalat jika imam menyukai”.

Imam Jalaluddin al-Mahalli berkata dalam kitab Al-Mahalli jilid I/157 :

“Disunnahkan qunut pada I’tidal rekaat kedua dari shalat subuh dan dia adalah “Allahummahdinii fiman hadait….hingga akhirnya”.

Demikian keputusan hokum tentang qunut subuh dalam madzab syafii.

B. Dalil-Dalil Kesunattan qunut subuh

Berikut ini dikemukakan dalil dalil tentang kesunnatan qunut subuh yang diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Hadits dari Anas ra.

“Bahwa Nabi saw. pernah qunut selama satu bulan sambil mendoakan kecelakaan atas mereka kemudian Nabi meninggalkannya.Adapun pada shalat subuh, maka Nabi melakukan qunut hingga beliau meninggal dunia”

Hadits ini diriwayatkan oleh sekelompok huffadz dan mereka juga ikut meriwayatkannya dan mereka juga ikut menshahihkannya. Diantara ulama yang mengakui keshahihan hadis ini adalah Hafidz Abu Abdillah Muhammad ali al-balkhi dan Al-Hakim Abu Abdillah pada beberapa tempat di kitabnya serta imam Baihaqi. Hadits ini juga turut di riwayatkan oleh Darulquthni dari beberapa jalan dengan sanad-sanad yang shahih.
حدثنا عمرو بن علي الباهلي ، قال : حدثنا خالد بن يزيد ، قال : حدثنا أبو جعفر الرازي ، عن الربيع ، قال : سئل أنس عن قنوت (1) النبي صلى الله عليه وسلم : « أنه قنت شهرا » ، فقال : ما زال النبي صلى الله عليه وسلم يقنت حتى مات قالوا : فالقنوت في صلاة الصبح لم يزل من عمل النبي صلى الله عليه وسلم حتى فارق الدنيا ، قالوا : والذي روي عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قنت شهرا ثم تركه ، إنما كان قنوته على من روي عنه أنه دعا عليه من قتلة أصحاب بئر معونة ، من رعل وذكوان وعصية وأشباههم ، فإنه قنت يدعو عليهم في كل صلاة ، ثم ترك القنوت عليهم ، فأما في الفجر ، فإنه لم يتركه حتى فارق الدنيا ، كما روى أنس بن مالك عنه صلى الله عليه وسلم في ذلك وقال آخرون : لا قنوت في شيء من الصلوات المكتوبات ، وإنما القنوت في الوتر

Dikatakan oleh Umar bin Ali Al Bahiliy, dikatakan oleh Khalid bin Yazid, dikatakan Jakfar Arraziy, dari Arrabi’ berkata : Anas ra ditanya tentang Qunut Nabi saw bahwa apakah betul beliau saw berqunut sebulan, maka berkata Anas ra : beliau saw selalu terus berqunut hingga wafat, lalu mereka mengatakan maka Qunut Nabi saw pada shalat subuh selalu berkesinambungan hingga beliau saw wafat, dan mereka yg meriwayatkan bahwa Qunut Nabi saw hanya sebulan kemudian berhenti maka yg dimaksud adalah Qunut setiap shalat untuk mendoakan kehancuran atas musuh musuh, lalu (setelah sebulan) beliau saw berhenti, namun Qunut di shalat subuh terus berjalan hingga beliau saw wafat. (Sunan Imam Baihaqi Alkubra Juz 2 hal 211 Bab Raf’ul yadayn filqunut, Sunan Imam Baihaqi ALkubra Juz 3 hal 41, Fathul Baari Imam Ibn Rajab Kitabusshalat Juz 7 hal 178 dan hal 201, Syarh Nawawi Ala shahih Muslim Bab Dzikr Nida Juz 3 hal 324, dan banyak lagi).

2. Hadits dari Awam Bin Hamzah dimana beliau berkata :

“Aku bertanya kepada Utsman –semoga Allah meridhoinya- tentang qunut pada Subuh. Beliau berkata : Qunut itu sesudah ruku. Aku bertanya :” Fatwa siapa?”, Beliau menjawab : “Fatwa Abu Bakar, Umar dan Utsman Radhiyallahu ‘anhum”.

Hadits ini riwayat imam Baihaqi dan beliau berkata : “Isnadnya Hasan”. Dan Baihaqi juga meriwayatkan hadits ini dari Umar Ra. Dari beberapa jalan.

3. Hadits dari Abdullah bin Ma’qil at-Tabi’i

“Ali Ra. Qunut pada shalat subuh”.

Diriwayatkan oleh Baihaqi dan beliau berkata : “Hadits tentang Ali Ra. Ini shahih lagi masyhur.

4. Hadits dari Barra’ Ra. :

“Bahwa Rasulullah Saw. melakukan qunut pada shalat subuh dan maghrib”. (HR. Muslim).

5. Hadits dari Barra’ Ra. :

“Bahwa Rasulullah Saw. melakukan qunut pada shalat subuh”. (HR. Muslim).

Hadits no. 4 diriwayatkan pula oleh Abu Dawud dengan tanpa penyebutan shalat maghrib. Imam Nawawi dalam Majmu’ II/505 mengatakan : “Tidaklah mengapa meninggalkan qunut pada shalat maghrib karena qunut bukanlah sesuatu yang wajib atau karena ijma ulama menunjukan bahwa qunut pada shalat maghrib sudah mansukh hukumnya”.

6. Hadits dari Abi rofi’

“Umar melakukan qunut pada shalat subuh sesudah ruku’ dan mengangkat kedua tangannya serta membaca doa dengn bersuara”. (HR Baihaqi dan ia mengatakan hadis ini shahih).

7. Hadits dari ibnu sirin, beliau berkata :

“Aku berkata kepada anas : Apakah Rasulullah SAW. melakukan qunut pada waktu subuh? Anas menjawab : Ya, begitu selesai ruku”. (HR. Bukhary Muslim).

8. Hadits dari Abu hurairah ra. Beliau berkata :

“Rasulullah Saw. jika beliau mengangkat kepalanya dari ruku pada rekaat kedua shalat subuh beliau mengangkat kedua tangannya lalu berdoa : “Allahummah dini fii man hadait ….dan seterusnya”. (HR. Hakim dan dia menshahihkannya).

9. Hadits dari Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra. Beliau berkata :

“Aku diajari oleh rasulullah Saw. beberapa kalimat yang aku ucapkan pada witir yakni : Allahummah dini fii man hadait ….dan seterusnya” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai dan selain mereka dengan isnad yang shahih)

10. Hadits dari Ibnu Ali bin Thalib ra. (Berkaitan dengan hadist no. 8)

Imam Baihaqi meriwayatkan dari Muhammad bin Hanafiah dan beliau adalah Ibnu Ali bin Thalib ra. Beliau berkata :

“Sesungguhnya doa ini adalah yang dipakai oleh bapakku pada waktu qunut diwaktu shalat subuh” (Al-baihaqi II/209).

11. Hadist doa qunut subuh dari Ibnu Abbas ra. :

Tentang doa qunut subuh ini, Imam baihaqi juga meriwayatkan dari beberapa jalan yakni ibnu abbas dan selainnya:

“Bahwasanya Nabi Saw. mengajarkan doa ini (Allahummah dini fii man hadait ….dan seterusnya) kepada para shahabat agar mereka berdoa dengannya pada waktu qunut di shalat subuh” (Al-baihaqi II/209).

Demikianlah Beberapa Dalil yang dipakai para ulama-ulama shlusunnah dari madzab syafiiyah berkaitan dengan fatwa mereka tentang qunut subuh.

Dari sini dapat dilihat keshahihan hadis-hadisnya karena dishahihkan oleh Imam-imam hadits ahlusunnah yang terpercaya. Hati-hati dengan orang-orang khalaf akhir zaman yang lemah hafalan hadisnya tetapi mengaku ahli hadis dan banyak mengacaukan hadis-hadis seperti mendoifkan hadis shahih dan sebaliknya.

C. Tempat Qunut Subuh dan nazilah adalah Sesudah ruku rekaat terakhir.

Tersebut dalam Al-majmu Jilid III/506 bahwa : “Tempat qunut itu adalah sesudah mengangkat kepala dari ruku. Ini adalah ucapan Abu Bakar as-shidiq, Umar bin Khattab dan Utsman serta Ali ra.hum.

Mengenai Dalil-dalil qunut sesudah ruku :

1. Hadits dari Abu Hurairah :

“Bahwa Nabi Qunut sesungguhnya sesudah ruku” (HR. Bukhary muslim).

2. Hadits dari ibnu sirin, beliau berkata :

“Aku berkata kepada anas : Apakah Rasulullah SAW. melakukan qunut pada waktu subuh? Anas menjawab : Ya, begitu selesai ruku”. (HR. Bukhary Muslim).

3. Hadis dari Anas Ra.

“Bahwa Nabi Saw. melakukan qunut selama satu bulan sesudah ruku pada subuh sambil mendoakan kecelakaan keatas bani ‘ushayyah” (HR. Bukhary Muslim).

4. Hadits Dari Awam Bin hamzah dan Rofi yang sudah disebutkan pada dalil 4 dan 5 tentang kesunnatan qunut subuh.

5. Riwayat Dari Ashim al-ahwal dari Anas Ra. :

“Bahwa Anas Ra. Berfatwa tentang qunut sesudah ruku”.

6. Hadits dari Abu hurairah ra. Beliau berkata :

“Rasulullah Saw. jika beliau mengangkat kepalanya dari ruku pada rekaat kedua shalat subuh beliau mengangkat kedua tangannya lalu berdoa : “Allahummah dini fii man hadait ….dan seterusnya”. (HR. Hakim dan dia menshahihkannya).

7. Hadits Riwayat dari Salim dari Ibnu umar ra.

“Bahwasanya ibnu umar mendengar rasulullah SAW apabila beliau mengangkat kepalanya dari ruku pada rekaat terakhir shalat subuh, beliau berkata : “Ya Allah laknatlah sifulan dan si fulan”, sesudah beliau menucapkan sami’allahu liman hamidah. Maka Allah menurunkan Ayat: “Tidak ada bagimu sesuatu pun urusan mereka itu atau dari pemberian taubat terhadap mereka karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang dzalim “ (HR Bukhary).

Terlihat jelas Bahwa pada qunut nazilah maupun qunut subuh, dilakukan setalah ruku. Adapun ada riwayat yang menyatakan sebelum ruku, Imam Baihaqi mengatkan dalam kita Al-majmu :

“Dan orang-orang yang meriwayatkan qunut sesudah ruku lebih banyak dan lebih kuat menghafal hadis, maka dialah yang lebih utama dan inilah jalanya para khalifah yang memperoleh petunjuk – radhiyallahu ‘anhum- pada sebagian besar riwayat mereka, wallahu a’lam”.

D. Jawaban untuk orang-orang yang membantah sunnahnya qunut subuh

1. Ada yang mendatangkan Hadits bahwa Ummu salamah berkata :

“Bahwa Nabi Saw. melarang qunut pada waktu subuh “ (Hadis ini Dhoif).

Jawaban : Hadist ini dhaif karena periwayatan dari Muhammad bin ya’la dari Anbasah bin Abdurahman dari Abdullah bin Nafi’ dari bapaknya dari ummu salamah. Berkata darulqutni :”Ketiga-tiga orang itu adalah lemah dan tidak benar jika Nafi’ mendengar hadis itu dari ummu salamah”. Tersebut dalam mizanul I’tidal “Muhammad bin Ya’la’ diperkatakan oleh Imam Bukhary bahwa ia banyak menhilangkan hadis. Abu hatim mengatakan ianya matruk” (Mizanul I’tidal IV/70).

Anbasah bin Abdurrahman menurut Imam Baihaqi hadisnya matruk. Sedangkan Abdullah adalah orang banyak meriwayatkan hadis mungkar. (Mizanul I’tidal II/422).

2. Ada yang mengajukan Hadis bahwa Ibnu Abbas ra. Berkata :

“Qunut pada shalat subuh adalah Bid’ah”

Jawaban : Hadis ini dhaif sekali (daoif jiddan) karena imam Baihaqi meriwayatkannya dari Abu Laila al-kufi dan beliau sendiri mengatakan bahwa hadis ini tidak shahih karena Abu Laila itu adalah matruk (Orang yang ditinggalkan haditsnya). Terlebih lagi pada hadits yang lain Ibnu abbas sendiri mengatakan :

“Bahwasanya Ibnu abbas melakukan qunut subuh”.

3. Ada juga yang mengetangahkan riwayat Ibnu mas’ud yang mengatakan :

“Rasulullah tidak pernah qunut didalam shalat apapun”.

Jawaban : Riwayat ini menurut Imam Nawawi dalam Al majmu sangatlah dhoif karena perawinya terdapat Muhammad bin Jabir as-suhaili yang ucapannya selalu ditinggalkan oleh ahli hadis. Tersebut dalam mizanul I’tidal karangan az-zahaby bahwa Muhammad bin jabir as-suahaimi adalah orang yang dhoif menurut perkataan Ibnu Mu’in dan Imam Nasa’i. Imam Bukhary mengatakan: “ia tidak kuat”. Imam Ibnu Hatim mengatakan : “Ia dalam waktu akhirnya menjadi pelupa dan kitabnya telah hilang”. (Mizanul I’tidal III/492).

Dan juga kita dapat menjawab dengan jawaban terdahulu bahwa orang yang mengatakan “ada” lebih didahulukan daripada yang mengatakan “tidak ada” berdasarkan kaidah “Al-mutsbit muqaddam alan naafi”.

4. Ada orang yg berpendapat bahawa Nabi Muhammad saw melakukan qunut satu bulan shj berdasarkan hadith Anas ra, maksudnya:

“Bahawasanya Nabi saw melakukan qunut selama satu bulan sesudah rukuk sambil mendoakan kecelakaan ke atas beberapa puak Arab kemudian baginda meninggalkannya.” Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

Jawaban : Hadith daripada Anas tersebut kita akui sebagi hadith yg sahih kerana terdapat dlm kitab Bukhari dan Muslim. Akan tetapi yg menjadi permasalahan sekarang adalah kata:(thumma tarakahu= Kemudian Nabi meninggalkannya).

Apakah yg ditinggalkan oleh Nabi itu?

Meninggalkan qunutkah? Atau meninggalkan berdoa yg mengandungi kecelakaan ke atas puak-puak Arab?

Untuk menjawab permasalahan ini lah kita perhatikan baik2 penjelasan Imam Nawawi dlm Al-Majmu’jil.3,hlm.505 maksudnya:

“Adapun jawapan terhadap hadith Anas dan Abi Hurairah r.a dlm ucapannya dengan (thumma tarakahu) maka maksudnya adalah meninggalkan doa kecelakaan ke atas orang2 kafir itu dan meninggalkan laknat terhadap mereka shj. Bukan meninggalkan seluruh qunut atau meninggalkan qunut pada selain subuh. Pentafsiran spt ini mesti dilakukan kerana hadith Anas di dlm ucapannya ’sentiasa Nabi qunut di dlm solat subuh sehingga beliau meninggal dunia’
adalah sahih lagi jelas maka wajiblah menggabungkan di antara kedua-duanya.”

Imam Baihaqi meriwayatkan dan Abdur Rahman bin Madiyyil, bahawasanya beliau berkata, maksudnya:

“Hanyalah yg ditinggalkan oleh Nabi itu adalah melaknat.”

Tambahan lagi pentafsiran spt ini dijelaskan oleh riwayat Abu Hurairah ra yg berbunyi, maksudnya:

“Kemudian Nabi menghentikan doa kecelakaan ke atas mereka.”

Dengan demikian dapatlah dibuat kesimpulan bahawa qunut Nabi yg satu bulan itu adalah qunut nazilah dan qunut inilah yg ditinggalkan, bukan qunut pada waktu solat subuh.

6. Ada juga orang2 yg tidak menyukai qunut mengemukakan dalil hadith Saad bin Thariq yg juga bernama Abu Malik Al-Asja’i, maksudnya:

“Dari Abu Malik Al-Asja’i, beliau berkata: Aku pernah bertanya kpd bapaku, wahai bapa! sesungguhnya engkau pernah solat di belakang Rasulullah saw, Abu Bakar, Usman dan Ali bin Abi Thalib di sini di kufah selama kurang lebih dari lima tahun. Adakah mereka melakukan qunut?. Dijawab oleh bapanya:”Wahai anakku, itu adalah bid’ah.” Diriwayatkan oleh Tirmizi.

Jawaban :

Kalau benar Saad bin Thariq berkata begini maka sungguh menghairankan kerana hadith2 tentang Nabi dan para Khulafa Rasyidun yg melakukan qunut banyak sangat sama ada di dlm kitab Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, Abu Daud, Nasa’i dan Baihaqi.

Oleh itu ucapan Saad bin Thariq tersebut tidaklah diakui dan terpakai di dlm mazhab Syafie dan juga mazhab Maliki.

Hal ini disebabkan oleh kerana beribu-ribu orang telah melihat Nabi melakukan qunut, begitu pula sahabat baginda. Manakala hanya Thariq seorang shj yg mengatakan qunut itu sebagai amalan bid’ah.

Maka dlm kes ini berlakulah kaedah usul fiqh iaitu:

“Almuthbitu muqaddimun a’la annafi”

Maksudnya: Orang yg menetapkan lebih didahulukan atas orang yg menafikan.

Tambahan lagi orang yg mengatakan ADA jauh lebih banyak drpd orang yg mengatakan TIDAK ADA.

Seperti inilah jawapan Imam Nawawi didlm Al-Majmu’ jil.3,hlm.505, maksudnya:

“Dan jawapan kita terhadap hadith Saad bin Thariq adalah bahawa riwayat orang2 yg menetapkan qunut terdapat pada mereka itu tambahan ilmu dan juga mereka lebih banyak. Oleh itu wajiblah mendahulukan mereka”

Pensyarah hadith Turmizi yakni Ibnul ‘Arabi juga memberikan komen yg sama terhadap hadith Saad bin Thariq itu. Beliau mengatakan:”Telah sah dan tetap bahawa Nabi Muhammad saw melakukan qunut dlm solat subuh, telah tetap pula bahawa Nabi ada qunut sebelum rukuk atau sesudah rukuk, telah tetap pula bahawa Nabi ada melakukan qunut nazilah dan para khalifah di Madinah pun melakukan qunut serta Sayyidina Umar mengatakan bahawa qunut itu sunat,
telah pula diamalkan di Masjid Madinah. Oleh itu janganlah kamu tengok dan jgn pula ambil perhatian terhadap ucapan yg lain drpd itu.”

Bahkan ulamak ahli fiqh dari Jakarta yakni Kiyai Haji Muhammad Syafie Hazami
di dlm kitabnya Taudhihul Adillah ketika memberi komen terhadap hadith Saad
bin Thariq itu berkata:

“Sudah terang qunut itu bukan bid’ah menurut segala riwayat yg ada maka yg bid’ah itu adalah meragukan kesunatannya sehingga masih bertanya-tanya pula. Sudah gaharu cendana pula, sudahh tahu bertanya pula”

Dgn demikian dapatlah kita fahami ketegasan Imam Uqaili yg mengatakan bahawa Abu Malik itu jangan diikuti hadithnya dlm masalah qunut.(Mizanul I’tidal jil.2,hlm.122)

E. Pendapat Imam Madzab tentang qunut

1. Madzab Hanafi :

Disunatkan qunut pada shalat witir dan tempatnya sebelum ruku. Adapun qunut pada shalat subuh tidak disunatkan. Sedangkan qunut Nazilah disunatkan tetapi ada shalat jahriyah saja.

2. Madzab Maliki :

Disunnatkan qunut pada shalat subuh dan tempatnya yang lebih utama adalah sebelum ruku, tetapi boleh juga dilakukan setelah ruku. Adapun qunut selain subuh yakni qunut witir dan Nazilah, maka keduanya dimakruhkan.

3. Madzab Syafii

Disunnatkan qunut pada waktu subuh dan tempatnya sesudah ruku. Begitu juga disunnatkan qunut nazilah dan qunut witir pada pertengahan bulan ramadhan.

4. Madzab Hambali

Disunnatkan qunut pada shalat witir dan tempatnya sesudah ruku. Adapun qunut subuh tidak disunnahkan. Sedangkan qunut nazilah disunatkan dan dilakukan diwaktu subuh saja.

Semoga kita dijadikan oleh Allah asbab hidayah bagi kita dan ummat seluruh alam.
Baca selengkapnya...