Selasa, 29 Desember 2009

Orang tua Nabi

Dalam banyak hadits teriwayatkan ketika ditanyakan pada nabi saw:
“Apa yg kau perbuat untuk pamanmu abu thalib? Dahulu ia melindungimu, dan marah demi membelamu..,” maka Rasul saw bersabda : “Dia di pantai api neraka, kalau bukan karena aku, niscaya ia di dasar neraka yg terdalam” (Shahih Bukhari hadits no.3670, 5855, Shahih Muslim hadits no.209)

Berkata Al Hafizh Al Imam Ibn Hajar Al Atsqalaniy: “Berkata Imam Baihaqi di dalam penjelasan riwayat masalah Abu Thali : ‘Tiada makna pengingkaran karena telah shahihnya riwayat ini, dan bentuknya menurutku bahwa syafaat pada kafir terhalang sebagaimana sampainya kabar yang jelas dan benar, bahwa tiada yang bisa memberi syafaaat pada kafir seorangpun, namun ini adalah makna umum bagi semua kafir, dan boleh saja ada kekhususan darinya bagi siapa yang telah dikuatkan kekhususan baginya (Rasul saw).

Berkata sebagian mereka yang berpendapat bahwa balasan orang kafir daripada siksa adalah atas kekufurannya dan maksiatnya, maka boleh saja Allah mengurangkan sebagian dari siksa orang kafir, demi menenangkan hati sang Nabi saw pemberi syafaat, bukan karena pahala bagi orang kafir, karena pahalanya telah hapus karena kematiannya.’” (Fathul Baari Al masyhur Juz 11 hal 431).

Perhatikan ucapan Imam : “demi menenangkan hati sang nabi saw pemberi syafaat,” lalu bagaimana lagi dengan ayah bunda Nabi saw…???

Juga diriwayatkan bahwa Abbas bin Abdulmuttalib melihat Abu Lahab dalam mimpinya, dan Abbas bertanya padanya : “Bagaimana keadaanmu?” Abu lahab menjawab : “Di neraka, cuma diringankan siksaku setiap Senin karena aku membebaskan budakku Tsuwaibah karena gembiraku atas kelahiran Rasul saw” (Shahih Bukhari hadits no.4813, Sunan Imam Baihaqi Alkubra hadits no.13701, syi’bul iman no.281, fathul baari Almasyhur juz 11 hal 431).

Walaupun kafir terjahat ini dibantai di alam barzakh, namun tentunya Allah berhak menambah siksanya atau menguranginya menurut kehendak Allah swt, maka Allah menguranginya setiap hari senin karena telah gembira dengan kelahiran Rasul saw dengan membebaskan budaknya.

Walaupun mimpi tak dapat dijadikan hujjah untuk memecahkan hukum syariah, namun mimpi dapat dijadikan hujjah sebagai manakib, sejarah dan lainnya, misalnya mimpi orang kafir atas kebangkitan Nabi saw, atau pun mimpi Pendeta Buhaira atas kebangkitan Rasul saw, maka tentunya hal itu dijadikan hujjah atas kebangkitan Nabi saw, demikian pula mimpi Ibunda Rasul saw yang Allah ilhamkan untuk memberi beliau saw nama “Muhammad”, tentunya mustahil nama Muhammad itu datang dari bibir musyrik. Itulah mimpi yang benar.

Maka para Imam diatas yang meriwayatkan hal itu tentunya menjadi hujjah bagi kita bahwa hal itu benar adanya, karena diakui oleh para Imam dan mereka tak mengingkarinya, bahkan berkata Imam Ibn Hajar dan Imam Assuyuthiy: “Perlu pertimbangan untuk memungkiri itu karena telah diriwayatkan dalam Shahih Bukhari.”

Karena memang shahih Bukhari adalah kitab hadits tertinggi dan terkuat dari semua kitab hadits, dan Imam Bukhari digelari Sayyidul Muhadditsin (Raja para Ahli Hadits), gelar ini dikatakan oleh Imam Muslim yang ta’jub ketika melihat Imam Bukhari dapat menjawab dengan mudah permasalahan yang tak bisa dipecahkan olehnya, maka berkata Imam Muslim: “Izinkan aku mencium kedua kakimu wahai Guru para Guru Ahli Hadits, wahai Raja para ahli hadits, wahai penyembuh hadits dari ilatnya..!”

Dengan penjelasan diatas, bila Abu Thalib yang hidup di masa Nabi dapat syafaat Rasul saw hingga teringankan siksanya, dan bahkan Raja semua kafir yaitu Abu lahab bahkan mendapat keringanan siksanya karena pernah membebaskan budaknya yaitu Tsuwaibah karena gembiranya menyambut kelahiran Nabi SAW, maka bagaimana lagi ayah bunda Rasul saw, yang melahirkan Nabi saw, dan mereka tak sempat hidup di masa kebangkitan Risalah Nabi saw dan tak sempat kufur atau pun menolak ajaran Rasul saw?

Demikian pendapat sebagian ulama bahwa ayah dan ibu Nabi SAW bebas dari kemusyrikan dan neraka, karena wafat sebelum kebangkitan Risalah, dan tak ada pula nash yg menjelaskan mereka menyembah berhala. Diantara Ulama yg berpendapat bahwa ayah bunda Nabi bukan musyrik adalah :
Hujjatul Islam Al Imam Syafii dan sebagian besar ulama syafii, Al Hafidh Al Muhaddits Al Imam Qurtubi, Al Hafidh Al Imam Assakhawiy, Al hafidh Al Muhaddits Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthi yg mengarang sebuah buku khusus tentang keselamatan ayah bunda nabi saw, Al hafidh Al Imam Ibn Syaahin, Al Hafidh Al Imam Abubakar Al baghdadiy, Al hafidh Al Imam Attabari, Al hafidh Al Imam Addaruquthniy, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Satu hal yang buruk pada jiwa para wahhabi, adalah mengumpat Nabi saw dg pembahasan ini. Naudzubillah dari jiwa busuk yang mengumpat Rasulullah saw, menuduh bunda Nabi kafir musyrik. Lalu bagaimana bila hal ini tak benar? Sungguh kekufuran akan berbalik kepada mereka.

Saudaraku, beribu maaf, misalkan seseorang bernama Amir tak jelas apakah ayah ibunya muslim atau kafir. Lalu Zeyd menukil 100 cara untuk menjelaskan pada orang banyak bahwa ayah dan ibunya Amir adalah musyrik dan kafir. Bukankah berarti Zeyd memusuhi Amir? Bukankah ini umpatan terburuk? Bukankah jelas-jelas Zeyd mengumpat Amir? Bukankah berarti ia musuh besar Amir?

Mereka berkata : “Kami taqlid kepada para Mujtahid.” Ketahuilah, taqlid kepada para mujtahid membutuhkan sanad, bukan taqlid kepada buku.

Dan pendapat yang shahih dalam madzhab Syafi’i bahwa ayah bunda Nabi saw selamat karena tergolong ahlul fithrah, karena tak ada bukti bahwa mereka menyembah berhala.

Mengenai hadits : “Ayahku dan ayahmu di Neraka” (HR. Shahih Muslim)

Kalimat “Abiy” dalam ucapan Nabi saw diatas tak bisa diterjemahkan mutlak sebagai ayah kandung, sebagaimana firman Allah SWT : “Berkata Ya’kub ketika akan wafat kepada putra-putranya : ‘apa yg akan kalian sembah setelah wafatku nanti?’ Mereka menjawab : ‘Kami menyembah Tuhanmu, dan Tuhan ayah-ayahmu yaitu Ibrahim, dan Ismail dan Ishaq… (QS. Al-Baqarah 133)

Jelas sudah bahwa ayah dari Ya’qub hanyalah Ishaq, sedangkan Ibrahim adalah kakeknya, dan Ismail adalah paman Ya’qub. Namun mereka mengatakan : ‘ayah-ayahmu’ namun bermakna : ‘ayahmu, kakekmu, dan pamanmu’. Karena dalam kaidah Arabiyyah sering terjadi ucapan ayah, adalah untuk paman.

Bila siksa, keringanan dan ampunan adalah urusan Allah, dan Allah meringankan Abu lahab, dan meringankan Abu Thalib, maka lebih-lebih ayah bunda Nabi saw.

Berkata Al Hafizh Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthi dalam kitabnya Masalikul Hunafaa’ fi Abaway Musthofa, bahwa riwayat hadits shahih Muslim itu diriwayatkan oleh Hammad, dan ia adalah Muttaham (tertuduh), dan Imam Muslim tidak meriwayatkan hadits lain darinya kecuali ini. Dan riwayat hadits itu (ayahku dan ayahmu di neraka) adalah hadits riwayat Hammad sendiri, dan Hammad dianggap sebagai orang yang lemah hafalannya, dan ia terkelompok dalam orang yang hadits-hadistnya banyak diingkari, karena lemah hafalannya dan Imam Bukhari tidak menerima Hammad, dan tak mengeluarkan satu hadits pun darinya.

Dan Imam Muslim tak punya riwayat lain dari Hammad kecuali dari Tsabit ra dari riwayat ini, dan telah berbeda riwayat lain dari Muammar yang juga dari Tsabit ra dari Anas ra dengan tidak menyebut lafazh : ‘ayahku dan ayahmu di neraka,’ tetapi dikatakan padanya “Bila kau lewat di kubur orang-orang kafir, fabassyirhu binnaar”, dan riwayat ini Atsbat (lebih kuat) haytsu riwayat (dari segi riwayatnya), karena Muammar jauh lebih kuat dari Hammad, sungguh Hammad telah dijelaskan bahwa ia lemah dalam hafalannya dan pada hadits haditsnya banyak yang terkena pengingkaran.

Berkata Al-Hafizh Al-Imam Nawawi : “Ketika khabar ahad bertentangan dengan Nash Alqur’an atau ijma’, maka wajib ditinggalkan zhohirnya” (Syarh Muhadzab Juz 4 hal 342)

Berkata Al Hafizh Al Imam Ibn Hajar Al Atsqalaniy yang menyampaikan ucapan Al Kirmaniy bahwa yang menjadi ketentuannya adalah “Khabar Ahad adalah hanya pada amal perbuatan, bukan pada I’tiqadiyyah” (Fathul Baari Almasyhur Juz 13 hal 231)

Berkata Al hafizh Al Imam Assuyuthiy bahwa Hadits Shahih bila dihadapkan pada Hadits lain yang lebih kuat maka wajib penakwilannya dan dimajukanlah darinya dalil yang lebih kuat sebagaimana hal itu merupakan ketetapan dalam Ushul (Masaalikul Hunafa fii Abaway Mustofa hal 66)

Berkata Imam Al Hafizh Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthiy bahwa hadits riwayat Muslim abii wa abaaka finnaar (ayahku dan ayahmu di neraka), dan tidak diizinkannya nabi saw untuk beristighfar bagi ibunya telah MANSUKH dengan firman Allah swt : “Dan kami tak akan menyiksa suatu kaum sebelum kami membangkitkan Rasul” (QS. Al-Isra 15). [Rujuk Masaalikul Hunafa fii Abaway Musthofa hal. 68 dan Addarajul Muniifah fii Abaway Musthofa hal. 5 yang juga oleh beliau]

Dikeluarkan oleh Ibnu Majjah dari Ibrahim bin Sa’ad dari Zuhri dari Salim dari ayahnya yang berkata: Datanglah seorang dusun kepada Nabi SAW, dan berkata, “Yaa Rasulullah! Inna abi kaana yasilur-raha wa kaana wa kaana… fa aina huwa?” Qaala, “Finnaar.” Qaala: Fa ka-annahu wajada min dzalik. Faqaala: “Yaa rasulullah! Fa aina abuuk?” Faqaala SAW haistu marorta fi qabr kafir, fa bassyirhu binnaar, fa aslama a’rabiy ba’d. faqaala law qad kallafani rasulullah saw taba’an, ma marortu bi qabr kafir illa bassyartuhu binnar.

Maka jelaslah bahwa Imam Muslim dan Imam Nawawi mengambil riwayat ini bukan bermaksud menuduh ayah kandung nabi saw kafir, namun sebagai penjelas bahwa paman-paman nabi saw ada banyak yang dalam kekufuran, karena menolak risalah Nabi saw, termasuk Abu Lahab. Bahkan Abu Thalib pun dalam riwayat shahih Bukhari bahwa ia di Neraka.

Berkata Al Hafizh Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthiy:
Dikatakan oleh Al Qadhiy Abu Bakar Al A’raabiy bahwa orang yang mengatakan ayah bunda Nabi di neraka, mereka (yang berkata seperti itu) di laknat oleh Allah SWT, karena Allah SWT telah berfirman : “Sungguh mereka yang menyakiti dan mengganggu Allah dan Nabi-Nya, mereka dilaknat Allah di dunia dan akhirat, dan dijanjikan bagi mereka azab yang menghinakan.” (QS. Al-Ahzab: 57)

Berkata Qadhiy Abu Bakar, “Tiadalah hal yg lebih menyakiti Nabi SAW ketika dikatakan bahwa ayahnya berada di neraka, dan sungguh telah bersabda Nabi saw : ‘Janganlah kalian menyakiti yang hidup karena sebab yang telah wafat.’ (Masalikul Hunafa’ hal. 75 li Imam Suyuti)

Adakah satu ucapan Imam Nawawi yang mengatakan bahwa Abdullah bin Abdul Muththalib dan Aminah adalah musyrik penyembah berhala? Tidak ada. Bahkan Nabi SAW sendiri menjelaskan bahwa ayah-ayahnya adalah suci, sebagaimana sabda beliau saw :
“Aku Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muttalib, bin Hasyim, bin Abdu Manaf, bin Qushay, bin Kilaab, bin Murrah, bin Ka’b bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihir bin Malik bin Nadhar bin Kinaanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudharr bin Nizaar. Tiadalah terpisah manusia menjadi dua kelompok (nasab) kecuali aku berada diantara yg terbaik dari keduanya. Maka aku lahir dari ayah ibuku dan tidaklah aku terkenai oleh ajaran jahiliyah, dan aku terlahirkan dari nikah (yang sah), tidaklah aku dilahirkan dari orang jahat sejak Adam sampai berakhir pada ayah dan ibuku. Maka aku adalah pemilik nasab yang terbaik diantara kalian, dan sebaik-baik ayah nasab.” (Ditakhrij oleh Imam Baihaqi dalam Dalailun Nubuwwah dan Imam Hakim dari Anas ra).

Hadits ini diriwayatkan pula oleh Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya Juz 2 halaman 404. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabari dalam tafsirnya Juz 11 halaman 76.

Juga sabda Nabi saw : “Aku Nabi yang tak berdusta, aku adalah putra Abdul Muththalib.” (Shahih Bukhari hadits no.2709, 2719, 2772, Shahih Muslim hadits no. 1776. Hadits ini diriwayatkan pula oleh Imam Nawawi dalam syarh Shahih Muslim.)

Bila Abdul Muttolib kafir, maka adakah nabi akan membanggakan kakeknya yang kafir dalam peperangan? Dan Anda lihat pula dalam hadits ini bahwa putera bermakna cucu.

Tentunya mengenai hal ini telah jelas. Bahkan paman Nabi SAW pun disyafa’ati oleh Rasul SAW. Demikian pula Abu Lahab sebagaimana riwayat Shahih Bukhari. Dan makna ayah dalam hadits itu adalah paman.

Demikian pula ucapan Nabi saw kepada Sa’ad bin Abi Waqqash ra di peperangan Uhud ketika Nabi saw melihat seorang kafir membakar seorang Muslim, maka Rasul saw berkata pada Sa’ad : “Panah dia, jaminan keselamatanmu adalah ayah dan ibuku!” Maka Sa’ad bin Abi Waqqash ra berkata dengan gembira : “Rasul saw mengumpulkan aku dengan nama ayah ibunya!” (Shahih Bukhari hadits no.3442 Bab Manaqib Zubair bin Awam. Riwayat yang sama pada Shahih Bukhari hadits no. 3446 Bab Manaqib Sa’ad bin Abi Waqqash. Riwayat yang sama pada Shahih Bukhari hadits no. 3750 Bab Maghaziy. Riwayat yang sama pada Shahih Bukhari hadits no. 3751 Bab Maghaziy)

Jelas sudah, mustahil Rasul saw menjadikan dua orang musyrik untuk disatukan dengan Sa’ad bin Abi Waqqash ra, dan mustahil pula Sa’ad ra berbangga-bangga namanya digandengkan dengan dua orang musyrik.

Kita lihat bagaimana saat-saat kelahiran Nabi saw.. :
Berkata Utsman bin Abil Ash Ats-Tsaqafiy dari ibunya yang menjadi pembantu Aminah bunda Nabi saw, ketika ibunda Nabi saw mulai saat-saat melahirkan, ia (ibu Utsman) melihat bintang-bintang mendekat hingga ia takut berjatuhan di atas kepalanya. Lalu ia melihat cahaya terang-benderang keluar dari Bunda Nabi saw hingga membuat terang-benderangnya kamar dan rumah. (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)

Riwayat shahih oleh Ibn Hibban dan Hakim bahwa Ibunda Nabi saw saat melahirkan Nabi saw melihat cahaya yang terang-benderang hingga pandangannya menembus dan melihat istana-istana Romawi. Inikah wanita musyrik, kafir…?

Sabda Nabi saw : “Bila berkata seseorang kepada saudaranya wahai kafir, maka akan terkena pada salah satu dari mereka.” (Shahih Bukhari hadits no.5754)

Dan pembahasan ini saya tutup bagi yang membantah namun tak bisa menyebutkan sanadnya kepada para Muhaddits, karena mereka yang tak memiliki sanad kepada para Imam itu maka hujjahnya Maqtu’, sanadnya terputus, dan fatwanya tidak diakui dalam syariah Islam, maka ketika dua pendapat berselisih, yang lebih tsiqah dan kuat adalah yang mempunyai sanad kepada para Imam tersebut.

Wallahu a’lam

(Habib Munzir bin Fuad Al-Musawa)
Baca selengkapnya...

Selasa, 22 Desember 2009

Dalil Menjama' sholat tidak dalam perjalanan

Abdurrazaq menceritakan kepada kami, Ibnu Juraij mengabarkan kepada kami, Ibnu Bakar berkata Ibnu Juraij mengabarkan kepada kami, ia berkata Amr bin Dinar mengabarkan kepada kami bahwa Abu Asy Sya’tsa mengabarkan kepadanya bahwa Ibnu Abbas mengabarkan kepadanya, Ia berkata “Aku pernah shalat di belakang Rasulullah SAW delapan rakaat secara jamak dan tujuh rakaat secara jamak”. (Hadis Riwayat Ahmad dalam Musnad Ahmad jilid III no 3467, dinyatakan shahih oleh Syaikh Ahmad Muhammad Syakir)

Dalam salah satu riwayat Muslim, dari Said bin Jubair dari Ibnu Abbas, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat Zhuhur dan ‘Ashar secara jamak di kota Madinah padahal tidak ada ketakutan, tidak pula sedang bepergian”.

Abu az Zubair mengatakan bahwa aku bertanya kepada Sa’id bin Jubair tentang mengapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbuat demikian. Kata Sa’id, “Hal itu sudah kutanyakan kepada Ibnu Abbas. Jawaban Ibnu Abbas, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin untuk tidak menyusahkan satupun dari umatnya’.

Dalam riwayat Muslim yang lain, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjamak shalat Zhuhur dengan Ashar dan Maghrib dengan Isya’ di Madinah padahal tidak ada rasa takut, tidak pula ada hujan” (HR Bukhari no 522 dan Muslim no 705).

Jangan tanya saya tentang yang saya Bold itu apakah dalam satu rangkaian sholat atau gimana karena sayapun belum tau!!! Baca selengkapnya...

Rabu, 09 Desember 2009

Nabi Tidak Melakukan Semua Perkara Mubah

Nabi Tidak Melakukan Semua Perkara Mubah
27/05/2008
Apabila ada orang yang mengharamkan sesuatu dengan berdalih bahwa hal itu tidak pemah dilakukan Rasulullah SAW, maka sebenamya dia mendakwa sesuatu yang tidak ada dasar hukumnya. Oleh karena itu, dakwaannya tidak dapat diterima.

Demikian Abdullah ibn ash-Shiddiq al-Ghumari dalam "Itqanush Shunnah fi Tahqiqi Ma’nal-Bid’ah". Lebih lanjut beliau mengatakan: ”Sangat bisa dipahami bahwa Nabi Muhammad SAW tidak melakukan semua perbuatan mubah, dan bahkan perbuatan sunnah, karena kesibukannya dalam mengurus tugas-tugas besar yang telah memakan sebagian besar waktunya.

Tugas berat Nabi antara lain menyampaikan dakwah, melawan dan mendebat kaum musyrikin serta para ahli kitab, berjihad untuk menjaga cikal bakal Islam, mengadakan berbagai perdamaian, menjaga keamanan negeri, menegakkan hukum Allah, membebaskan para tawanan perang dari kaum muslimin, mengirimkan delegasi untuk menarik zakat dan mengajarkan ajaran Islam ke berbagai daerah dan lain sebagainya yang dibutuhkan saat itu utnuk mendirikan sebuah negara Islam.

Oleh karena itu, Rasulullah hanya menerangkan hal-hal pokok saja dan sengaja meninggalkan sebagian perkara sunah lantaran takut memberatkan dan menyulitkan umatnya (ketika ingin mengikuti semua yang pernah dilakukan Rasulullah) jika beliau kerjakan.

Oleh karena itu, Rasulullah SAW menganggap cukup dengan menyampaikan nash-nash Al-Qur'an yang bersifat umum dan mencakup semua jenis perbuatan yang ada di dalamnya sejak Islam lahir hingga hari kiamat. Misalnya ayat-ayat berikut:

وَمَا تَفْعَلُواْ مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللّهُ

"Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya." (Al-Baqarah [2]: 197)

مَن جَاء بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا

"Siapa yang melakukan amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat dari amal itu." (QS. Al-An'am [6]: 160)

وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

"Dan berbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan." (QS. Al-Hajj [22]: 77)

وَمَن يَقْتَرِفْ حَسَنَةً نَّزِدْ لَهُ فِيهَا حُسْناً

"Dan barang siapa yang mengerjakan kebaikan, maka akan Kami tambahkan baginya kebaikan atas kebaikan itu." (QS. Asy-Syura [42]: 23)

فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْراً يَرَهُ

"Siapa yang mengerjakan kebaikan walau seberat biji sawi, niscaya dia akan melihat (balasan)nya." (QS. Az-Zalzalah [99]: 7)

Banyak juga hadis-hadis senada. Maka siapa yang menganggap perbuatan baik sebagai perbuatan bid'ah tercela, sebenamya dia telah keliru dan secara tidak langsung bersikap sok berani di hadapan Allah dan Rasulnya dengan mencela apa yangtelah dipuji. Baca selengkapnya...

Senin, 10 Agustus 2009

Memnbagun diatas kuburan & tabarukan

Mengenai membangun diatas kuburnya tempat ibadah Berkata Al Hafidh Al Imam Ibn Hajar : “Berkata Imam Al Baidhawiy : ketika orang yahudi dan nasrani bersujud pada kubur para nabi mereka dan berkiblat dan menghadap pada kubur mereka dan menyembahnya dan mereka membuat patung patungnya, maka Rasul saw melaknat mereka, dan melarang muslimin berbuat itu, tapi kalau menjadikan masjid di dekat kuburan orang shalih dengan niat bertabarruk dengan kedekatan pada mereka tanpa penyembahan dg merubah kiblat kepadanya maka tidak termasuk pada ucapan yg dimaksud hadits itu”(Fathul Bari Al Masyhur Juz 1 hal 525)

Kita akan lihat ucapan para Imam :
1. Berkata Guru dari Imam Ahmad bin Hanbal, yaitu Imam Syafii rahimahullah : “Makruh memuliakan seseorang hingga menjadikan makamnya sebagai masjid, (*Imam syafii tidak mengharamkan memuliakan seseorang hingga membangun kuburnya menjadi masjid, namun beliau mengatakannya makruh), karena ditakutkan fitnah atas orang itu atau atas orang lain, dan hal yg tak diperbolehkan adalah membangun masjid diatas makam setelah jenazah dikuburkan, Namun bila membangun masjid lalu membuat didekatnya makam untuk pewakafnya maka tak ada larangannya”. Demikian ucapan Imam Syafii (Faidhul qadir Juz 5 hal.274).

2. Berkata Imam Al Muhaddits Ibn Hajar Al Atsqalaniy : “hadits hadits larangan ini adalah larangan shalat dg menginjak kuburan dan diatas kuburan, atau berkiblat ke kubur atau diantara dua kuburan, dan larangan itu tak mempengaruhi sah nya shalat, (*maksudnya bilapun shalat diatas makam, atau mengarah ke makam tanpa pembatas maka shalatnya tidak batal), sebagaimana lafadh dari riwayat kitab Asshalaat oleh Abu Nai’im guru Imam Bukhari, bahwa ketika Anas ra shalat dihadapan kuburan maka Umar ra berkata : kuburan..kuburan..!, maka Anas melangkahinya dan meneruskan shalat dan ini menunjukkan shalatnya sah, dan tidak batal. (Fathul Baari Almayshur juz 1 hal 524).

Darisini diambil kesimpulan bahwa shalat menghadap kuburan tidak haram dan tetap sah shalatnya, namun makruh, dan makruh adalah tidak dosa bila dikerjakan dan mendapat pahala bila ditinggalkan.

Berkata Imam Al Baidhawiy : bahwa Kuburan Nabi Ismail as adalah di Hathiim (disamping Miizab di ka’bah dan di dalam masjidilharam) dan tempat itu justru afdhal shalat padanya, dan larangan shalat di kuburan adalah kuburan yg sudah tergali (Faidhulqadiir Juz 5 hal 251)

jelaslah bahwa yg dimaksud shalat menghadap kuburan adalah yg langsung berhadapan dengan kuburan yg telah digali, bukan kuburan yg tertutup tembok atau terhalang dinding.

Rasul saw menyalatkan seorang yg telah dikuburkan, beliau shalat gaib menghadap kuburannya tanpa dinding atau penghalang, yaitu langsung menghadap kuburan

Maka telah jelas bahwa larangan adalah :
• Membangun masjid diatas kuburan untuk menyembah kuburan para nabi.
• Larangan membangun masjid yg “sengaja” menghadapkan kiblatnya ke kuburan untuk menyembahnya.

Kita memahami bahwa Masjidirrasul saw itu diperluas dan diperluas, namun bila saja perluasannya itu akan menyebabkan hal yg dibenci dan dilaknat Nabi saw karena menjadikan kubur beliau saw ditengah tengah masjid, maka pastilah ratusan Imam dan Ulama dimasa itu telah memerintahkan agar perluasan tidak perlu mencakup rumah Aisyah ra (makam Rasul saw),

Perluasan adalah di zaman khalifah Walid bin Abdulmalik sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Bukhari, sedangkan Walid bin Abdulmalik dibai’at menjadi khalifah pd 4 Syawal th 86 Hijriyah, dan ia wafat pada 15 Jumadil Akhir pd th 96 Hijriyah

lalu dimana Imam Bukhari? (194 H - 256 H), Imam Muslim? (206 H – 261H), Imam Syafii? (150 H – 204 H), Imam Ahmad bin Hanbal? (164 H – 241 H), Imam Malik? (93 H – 179 H), dan ratusan imam imam lainnya?, apakah mereka diam membiarkan hal yg dibenci dan dilaknat Rasul saw terjadi di Makam Rasul saw?, anda kira orang yg beriman itu hanya sahabat kah?, lalu Imam Imam yg hafal ratusan ribu hadits itu adalah para musyrikin yg bodoh dan hanya menjulurkan kaki melihat kemungkaran terjadi di Makam Rasul saw??, munculkan satu saja dari ucapan mereka yg mengatakan bahwa perluasan Masjid nabawiy adalah makruh.
TIDAK ADA..! itu hanya muncul dari kedangkalan pemahaman anda.

Justru inilah jawabannya, mereka diam karena hal ini diperbolehkan, bahwa orang yg kelak akan bersujud menghadap Makam Rasul saw itu tidak satupun yg berniat menyembah Nabi saw, atau menyembah Abubakar ra atau Umar bin Khattab ra, mereka terbatasi dengan tembok, maka hukum makruhnya sirna dengan adanya tembok pemisah, yg membuat kubur2 itu terpisah dari masjid, maka ratusan Imam dan Muhadditsin itu tidak melarang perluasan masjid Nabawiy.


Sedikit mengenai Tabarruk para Sahabat dalam Shahihain Bukhari dan Muslim

Diriwayatkan ketika Rasul saw barusaja mendapat hadiah selendang pakaian bagus dari seorang wanita tua, lalu datang pula orang lain yang segera memintanya selagi pakaian itu dipakai oleh Rasul saw, maka riuhlah para sahabat lainnya menegur si peminta, maka sahabat itu berkata : “aku memintanya untuk kafanku nanti” (Shahih Bukhari), demikian cintanya para sahabat pada Nabinya saw, sampai kain kafanpun mereka ingin yang bekas sentuhan tubuh Nabi Muhammad saw.

Sayyidina Umar bertabarruk dengan Kubur Nabi saw
Sayyidina Umar bin Khattab ra ketika ia telah dihadapan sakratulmaut, Yaitu sebuah serangan pedang yg merobek perutnya dengan luka yg sangat lebar, beliau tersungkur roboh dan mulai tersengal sengal beliau berkata kepada putranya (Abdullah bin Umar ra), "Pergilah pada ummulmukminin, katakan padanya aku berkirim salam hormat padanya, dan kalau diperbolehkan aku ingin dimakamkan disebelah Makam Rasul saw dan Abubakar ra", maka ketika Ummulmukminin telah mengizinkannya maka berkatalah Umar ra : "Tidak ada yang lebih kupentingkan daripada mendapat tempat di pembaringan itu” (dimakamkan disamping makam Rasul saw” (Shahih Bukhari hadits no.1328).
Dihadapan Umar bin Khattab ra Kuburan Nabi saw mempunyai arti yg sangat Agung, hingga kuburannya pun ingin disebelah kuburan Nabi saw, bahkan ia berkata : "Tidak ada yang lebih kupentingkan daripada mendapat tempat di pembaringan itu” demikian besarnya keinginannya untuk bertabarruk pada Kubur Nabi saw
Mustahil Umar ra meminta berkali-kali untuk diizinkan dimakamkan disebelah makam Rasul saw dan Abubakar ra, kenapa?, apakah sekedar iseng belaka?, melainkan bukti bahwa Makam Rasul saw mempunyai kemuliaan, demikian pula Makam Abubakar Shiddiq ra, sehingga Umar ra dalam sakratulmautnya masih sempat mengucapkan kalimat bahwa tak ada yang lebih diperdulikannya selain pembaringan disebelah mereka.
Demikian pula Abubakar shiddiq ra, yang saat Rasul saw wafat maka ia membuka kain penutup wajah Nabi saw lalu memeluknya dengan derai tangis seraya menciumi tubuh beliau saw dan berkata : “Demi ayahku, dan engkau wahai Rasulullah.., Tiada akan Allah jadikan dua kematian atasmu, maka kematian yang telah dituliskan Allah untukmu kini telah kau lewati”. (Shahih Bukhari).
Salim bin Abdullah ra melakukan shalat sunnah di pinggir sebuah jalan, maka ketika ditanya ia berkata bahwa ayahku shalat sunnah ditempat ini, dan berkata ayahku bahwa Rasulullah saw shalat di tempat ini, dan dikatakan bahwa Ibn Umar ra pun melakukannya. (Shahih Bukhari hadits no.469).
Demikianlah keadaan para sahabat Rasul saw, bagi mereka tempat-tempat yang pernah disentuh oleh Tubuh Muhammad saw tetap mulia walau telah diinjak ribuan kaki, mereka mencari keberkahan dengan shalat pula ditempat itu, demikian pengagungan mereka terhadap sang Nabi saw.
Dalam riwayat lainnnya dikatakan kepada Abu Muslim, wahai Abu Muslim, kulihat engkau selalu memaksakan shalat ditempat itu?, maka Abu Muslim ra berkata : Kulihat Rasul saw shalat ditempat ini” (Shahih Bukhari hadits no.480).
Sebagaimana riwayat Sa’ib ra, : "aku diajak oleh bibiku kepada Rasul saw, seraya berkata : Wahai Rasulullah.., keponakanku sakit.., maka Rasul saw mengusap kepalaku dan mendoakan keberkahan padaku, lalu beliau berwudhu, lalu aku meminum air dari bekas wudhu beliau saw, lalu aku berdiri dibelakang beliau dan kulihat Tanda Kenabian beliau saw" (Shahih Muslim hadits no.2345).
Riwayat lain ketika dikatakan pada Ubaidah ra bahwa kami memiliki rambut Rasul saw, maka ia berkata : “Kalau aku memiliki sehelai rambut beliau saw, maka itu lebih berharga bagiku dari dunia dan segala isinya” (Shahih Bukhari hadits no.168). demikianlah mulianya sehelai rambut Nabi saw dimata sahabat, lebih agung dari dunia dan segala isinya.
Diriwayatkan oleh Abi Jahiifah dari ayahnya, bahwa para sahabat berebutan air bekas wudhu Rasul saw dan mengusap2kannya ke wajah dan kedua tangan mereka, dan mereka yang tak mendapatkannya maka mereka mengusap dari basahan tubuh sahabat lainnya yang sudah terkena bekas air wudhu Rasul saw lalu mengusapkan ke wajah dan tangan mereka” (Shahih Bukhari hadits no.369, demikian juga pada Shahih Bukhari hadits no.5521, dan pada Shahih Muslim hadits no.503 dengan riwayat yang banyak).
Tampaknya kalau mereka ini hidup di zaman sekarang, tentulah para sahabat ini sudah dikatakan musyrik, tentu Abubakar sudah dikatakan musyrik karena menangisi dan memeluk tubuh Rasul saw dan berbicara pada jenazah beliau saw
Tentunya umar bin khattab sudah dikatakan musyrik karena disakratulmaut bukan ingat Allah malah ingat kuburan Nabi saw
Tentunya para sahabat sudah dikatakan musyrik dan halal darahnya, karena mengkultuskan Nabi Muhammad saw dan menganggapnya tuhan sembahan hingga berebutan air bekas wudhunya, mirip dengan kaum nasrani yg berebutan air pastor!
Nah.. kita boleh menimbang diri kita, apakah kita sejalan dengan sahabat atau kita sejalan dg generasi sempalan.
Wahai saudaraku, jangan alergi dengan kalimat syirik, syirik itu adalah bagi orang yang berkeyakinan ada Tuhan Lain selain Allah, atau ada yang lebih kuat dari Allah, atau meyakini ada tuhan yang sama dengan Allah swt. Inilah makna syirik.
Mereka yang berkemenyan, sajen dlsb itu, tetap tak mungkin kita pastikan mereka musyrik, karena kita tak tahu isi hatinya, sebagaimana Rasul saw murka kepada Usamah bin Zeyd ra yang membunuh seorang pimpinan Laskar Kafir yang telah terjatuh pedangnya, lalu dengan wajah tak serius ia mengucap syahadat, lalu Usamah membunuhnya, ah? betapa murkanya Rasul saw saat mendengar kabar itu.., seraya bersabda : APAKAH KAU MEMBUNUHNYA PADAHAL IA MENGATAKAN LAA ILAAHA ILLALLAH..?!!, lalu Usamah ra berkata: Kafir itu hanya bermaksud ingin menyelamatkan diri Wahai Rasulullah.., maka beliau saw bangkit dari duduknya dengan wajah merah padam dan membentak : APAKAH KAU BELAH SANUBARINYA HINGGA KAU TAHU ISI HATINYA??!!!, lalu Rasul saw maju mendekati Usamah dan mengulangi ucapannya : APAKAH KAU BELAH SANUBARINYA HINGGA KAU TAHU ISI HATINYA??!!!, Usamah ra mundur dan Rasul saw terus mengulanginya dan mengejarnya : “APAKAH KAU BELAH SANUBARINYA HINGGA KAU TAHU ISI HATINYA??!!!, hingga Usamah ra berkata : Demi Allah dengan peristiwa ini aku merasa alangkah indahnya bila aku baru masuk islam hari ini..(maksudnya tak pernah berbuat kesalahan seperti ini dalam keislamanku). (Shahih Muslim Bab 41 no. 158 dan hadits yang sama no.159)
Dan juga dari peristiwa yang sama dengan riwayat yang lain, bahwa Usamah bin Zeyd ra membunuh seorang kafir yang kejam setelah kafir jahat itu mengucap Laa Ilaaha Illallah, maka Rasul saw memanggilnya dan bertanya : MENGAPA KAU MEMBUNUHNYA..?!, Usamah menjawab : Wahai Rasulullah, ia telah membunuh fulan dan fulan, dan membantai muslimin, lalu saat kuangkat pedangku kewajahnya maka ia mengatakan Laa Ilaaha illallah.., lalu Rasul saw menjawab : LALU KAU MEMBUNUHNYA..?!!, Usamah ra menjawab : benar, maka Rasulullah saw berkata : APA YANG AKAN KAU PERBUAT DENGAN LAA ILAAHA ILLLALLAH BILA TELAH DATANG HARI KIAMAT..?!!, maka Usamah berkata : Mohonkan pengampunan bagiku dan istighfari aku Wahai Rasulullah…, Rasul saw menjawab dengan ucapan yang sama : APA YANG AKAN KAU PERBUAT DENGAN LAA ILAAHA ILLLALLAH BILA TELAH DATANG HARI KIAMAT..?!!!, dan beliau terus mengulang ulangnya.. (Shahih Muslim Bab 41 no.160).
Kita tak bisa menilai orang yang berbuat apapun dengan tuduhan syirik, dia berkomat kamit dengan sajen dan mandi sumur tujuh rupa dan segala macam kebiasaan orang kafir lainnya, ini merupakan adat istiadat biasa, tak mungkin kita mengatakannya musyrik hanya karena melihat perbuatannya, kecuali ia ber ikrar dengan lidahnya.
Satu contoh, seorang muslim mandi air kembang, berendam di air mawar, lalu menaruh keris di pinggangnya, lalu menyalakan kemenyan, lalu ia shalat, musyrikkah ia??
dan orang lain mandi dengan shower, berendam di air hangat, menggunakan busa mandi, lalu menaruh pistol dipinggangnya, lalu menyemprotkan pewangi ruangan, lalu shalat, musyrikkah dia?, apa bedanya?, keduanya melakukan kebiasaan orang kafir..
Kesimpulannya adalah, tidak ada kalimat musyrik bisa dituduhkan kepada siapapun terkecuali dengan kesaksian lidahnya. Hati-hatilah dengan ucapan syirik, bila seseorang muslim lalu musyrik, maka pernikahannya batal, istrinya haram dikumpulinya, jima dengan istri terhitung zina, anaknya tak bernasab padanya, kewaliannya atas putrinya tidak sah, dan bila keluarganya wafat ia tak mewarisi dan bila ia wafat tak pula diwarisi, ia diharamkan shalat, diharamkan dikuburkan di pekuburan muslimin.


Lalu mengapa para Imam membiarkan Qubbah Rasulullah saw yg semegah itu?, Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Syafii, Imam Bukhari, Imam Ahmad bin Hanbal, dan ratusan para Huffadh dan Muhaddits lainnya membiarkan kuburan kuburan dan kubah kubah menonjol, apakah mereka tak mengerti ilmu?

Tentunya jawabannya bahwa yg dilarang adalah jika untuk penyembahan maka hancurkanlah, jika untuk tabarruk maka hal itu boleh boleh saja. Baca selengkapnya...

Sejarah wahabi

<><><><><><><><>
SEJARAH WAHABI
<><><><><><><><>

Menanggapi banyaknya permintaan pembaca tentang sejarah berdirinya Wahabi maka kami berusaha memenuhi permintaan itu sesuai dengan asal usul dan sejarah perkembangannya semaksimal mungkin berdasarkan berbagai sumber dan rujukan kitab-kitab yang dapat dipertanggung-jawabkan, diantaranya, Fitnatul Wahabiyah karya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, I?tirofatul Jasus AI-Injizy pengakuan Mr. Hempher, Daulah Utsmaniyah dan Khulashatul Kalam karya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, dan lain-lain. Nama Aliran Wahabi ini diambil dari nama pendirinya, Muhammad bin Abdul Wahab (lahir di Najed tahun 1111 H / 1699 M). Asal mulanya dia adalah seorang pedagang yang sering berpindah dari satu negara ke negara lain dan diantara negara yang pernah disinggahi adalah Baghdad, Iran, India dan Syam. Kemudian pada tahun 1125 H / 1713 M, dia terpengaruh oleh seorang orientalis Inggris bernama Mr. Hempher yang bekerja sebagai mata-mata Inggris di Timur Tengah. Sejak itulah dia menjadi alat bagi Inggris untuk menyebarkan ajaran barunya. Inggris memang telah berhasil mendirikan sekte-sekte bahkan agama baru di tengah umat Islam seperti Ahmadiyah dan Baha?i. Bahkan Muhammad bin Abdul Wahab ini juga termasuk dalam target program kerja kaum kolonial dengan alirannya Wahabi.
Mulanya Muhammad bin Abdul Wahab hidup di lingkungan sunni pengikut madzhab Hanbali, bahkan ayahnya Syaikh Abdul Wahab adalah seorang sunni yang baik, begitu pula guru-gurunya. Namun sejak semula ayah dan guru-gurunya mempunyai firasat yang kurang baik tentang dia bahwa dia akan sesat dan menyebarkan kesesatan. Bahkan mereka menyuruh orang-orang untuk berhati-hati terhadapnya. Ternyata tidak berselang lama firasat itu benar. Setelah hal itu terbukti ayahnya pun menentang dan memberi peringatan khusus padanya. Bahkan kakak kandungnya, Sulaiman bin Abdul Wahab, ulama? besar dari madzhab Hanbali, menulis buku bantahan kepadanya dengan judul As-Sawa?iqul Ilahiyah Fir Raddi Alal Wahabiyah. Tidak ketinggalan pula salah satu gurunya di Madinah, Syekh Muhammad bin Sulaiman AI-Kurdi as-Syafi?i, menulis surat berisi nasehat: ?Wahai Ibn Abdil Wahab, aku menasehatimu karena Allah, tahanlah lisanmu dari mengkafirkan kaum muslimin, jika kau dengar seseorang meyakini bahwa orang yang ditawassuli bisa memberi manfaat tanpa kehendak Allah, maka ajarilah dia kebenaran dan terangkan dalilnya bahwa selain Allah tidak bisa memberi manfaat maupun madharrat, kalau dia menentang bolehlah dia kau anggap kafir, tapi tidak mungkin kau mengkafirkan As-Sawadul A?dham (kelompok mayoritas) diantara kaum muslimin, karena engkau menjauh dari kelompok terbesar, orang yang menjauh dari kelompok terbesar lebih dekat dengan kekafiran, sebab dia tidak mengikuti jalan muslimin?.
Sebagaimana diketahui bahwa madzhab Ahlus Sunah sampai hari ini adalah kelompok terbesar. Allah berfirman : ?Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu (Allah biarkan mereka bergelimang dalam kesesatan) dan kami masukkan ia ke dalam jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali (QS: An-Nisa 115)
Salah satu dari ajaran yang (diyakini oleh Muhammad bin Abdul Wahab, adalah mengkufurkan kaum muslim sunni yang mengamalkan tawassul, ziarah kubur, maulid nabi, dan lain-lain. Berbagai dalil akurat yang disampaikan ahlussunnah wal jama?ah berkaitan dengan tawassul, ziarah kubur serta maulid, ditolak tanpa alasan yang dapat diterima. Bahkan lebih dari itu, justru berbalik mengkafirkan kaum muslimin sejak 600 tahun sebelumnya, termasuk guru-gurunya sendiri.
Pada satu kesempatan seseorang bertanya pada Muhammad bin Abdul Wahab, ?Berapa banyak Allah membebaskan orang dari neraka pada bulan Ramadhan?? Dengan segera dia menjawab, ?Setiap malam Allah membebaskan 100 ribu orang, dan di akhir malam Ramadhan Allah membebaskan sebanyak hitungan orang yang telah dibebaskan dari awal sampai akhir Ramadhan? Lelaki itu bertanya lagi ?Kalau begitu pengikutmu tidak mencapai satu person pun dari jumlah tersebut, lalu siapakah kaum muslimin yang dibebaskan Allah tersebut? Dari manakah jumlah sebanyak itu? Sedangkan engkau membatasi bahwa hanya pengikutmu saja yang muslim.? Mendengar jawaban itu Ibn Abdil Wahab pun terdiam seribu bahasa. Sekalipun demikian Muhammad bin Abdul Wahab tidak menggubris nasehat ayahnya dan guru-gurunya itu.
Dengan berdalihkan pemurnian ajaran Islam, dia terus menyebarkan ajarannya di sekitar wilayah Najed. Orang-orang yang pengetahuan agamanya minim banyak yang terpengaruh. Termasuk diantara pengikutnya adalah penguasa Dar?iyah, Muhammad bin Saud (meninggal tahun 1178 H / 1765 M) pendiri dinasti Saudi, yang dikemudian hari menjadi mertuanya. Dia mendukung secara penuh dan memanfaatkannya untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Ibn Saud sendiri sangat patuh pada perintah Muhammad bin Abdul Wahab. Jika dia menyuruh untuk membunuh atau merampas harta seseorang dia segera melaksanakannya dengan keyakinan bahwa kaum muslimin telah kafir dan syirik selama 600 tahun lebih, dan membunuh orang musyrik dijamin surga.
Sejak semula Muhammad bin Abdul Wahab sangat gemar mempelajari sejarah nabi-nabi palsu, seperti Musailamah Al-Kadzdzab, Aswad Al-Ansiy, Tulaihah Al-Asadiy dll. Agaknya dia punya keinginan mengaku nabi, ini tampak sekali ketika ia menyebut para pengikut dari daerahnya dengan julukan Al-Anshar, sedangkan pengikutnya dari luar daerah dijuluki Al-Muhajirin. Kalau seseorang ingin menjadi pengikutnya, dia harus mengucapkan dua syahadat di hadapannya kemudian harus mengakui bahwa sebelum masuk Wahabi dirinya adalah musyrik, begitu pula kedua orang tuanya. Dia juga diharuskan mengakui bahwa para ulama? besar sebelumnya telah mati kafir. Kalau mau mengakui hal tersebut dia diterima menjadi pengikutnya, kalau tidak dia pun langsung dibunuh. Muhammad bin Abdul Wahab juga sering merendahkan Nabi SAW dengan dalih pemurnian akidah, dia juga membiarkan para pengikutnya melecehkan Nabi di hadapannya, sampai-sampai seorang pengikutnya berkata : ?Tongkatku ini masih lebih baik dari Muhammad, karena tongkat-ku masih bisa digunakan membunuh ular, sedangkan Muhammad telah mati dan tidak tersisa manfaatnya sama sekali. Muhammad bin Abdul Wahab di hadapan pengikutnya tak ubahnya seperti Nabi di hadapan umatnya. Pengikutnya semakin banyak dan wilayah kekuasaan semakin luas. Keduanya bekerja sama untuk memberantas tradisi yang dianggapnya keliru dalam masyarakat Arab, seperti tawassul, ziarah kubur, peringatan Maulid dan sebagainya. Tak mengherankan bila para pengikut Muhammad bin Abdul Wahab lantas menyerang makam-makam yang mulia. Bahkan, pada 1802, mereka menyerang Karbala-Irak, tempat dikebumikan jasad cucu Nabi Muhammad SAW, Husein bin Ali bin Abi Thalib. Karena makam tersebut dianggap tempat munkar yang berpotensi syirik kepada Allah. Dua tahun kemudian, mereka menyerang Madinah, menghancurkan kubah yang ada di atas kuburan, menjarah hiasan-hiasan yang ada di Hujrah Nabi Muhammad.
Keberhasilan menaklukkan Madinah berlanjut. Mereka masuk ke Mekkah pada 1806, dan merusak kiswah, kain penutup Ka?bah yang terbuat dari sutra. Kemudian merobohkan puluhan kubah di Ma?la, termasuk kubah tempat kelahiran Nabi SAW, tempat kelahiran Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Ali, juga kubah Sayyidatuna Khadijah, masjid Abdullah bin Abbas. Mereka terus menghancurkan masjid-masjid dan tempat-tempat kaum solihin sambil bersorak-sorai, menyanyi dan diiringi tabuhan kendang. Mereka juga mencaci-maki ahli kubur bahkan sebagian mereka kencing di kubur kaum solihin tersebut. Gerakan kaum Wahabi ini membuat Sultan Mahmud II, penguasa Kerajaan Usmani, Istanbul-Turki, murka. Dikirimlah prajuritnya yang bermarkas di Mesir, di bawah pimpinan Muhammad Ali, untuk melumpuhkannya. Pada 1813, Madinah dan Mekkah bisa direbut kembali. Gerakan Wahabi surut. Tapi, pada awal abad ke-20, Abdul Aziz bin Sa?ud bangkit kembali mengusung paham Wahabi. Tahun 1924, ia berhasil menduduki Mekkah, lalu ke Madinah dan Jeddah, memanfaatkan kelemahan Turki akibat kekalahannya dalam Perang Dunia I. Sejak itu, hingga kini, paham Wahabi mengendalikan pemerintahan di Arab Saudi. Dewasa ini pengaruh gerakan Wahabi bersifat global. Riyadh mengeluarkan jutaan dolar AS setiap tahun untuk menyebarkan ideologi Wahabi. Sejak hadirnya Wahabi, dunia Islam tidak pernah tenang penuh dengan pergolakan pemikiran, sebab kelompok ekstrem itu selalu menghalau pemikiran dan pemahaman agama Sunni-Syafi?i yang sudah mapan.
Kekejaman dan kejahilan Wahabi lainnya adalah meruntuhkan kubah-kubah di atas makam sahabat-sahabat Nabi SAW yang berada di Ma?la (Mekkah), di Baqi? dan Uhud (Madinah) semuanya diruntuhkan dan diratakan dengan tanah dengan mengunakan dinamit penghancur. Demikian juga kubah di atas tanah Nabi SAW dilahirkan, yaitu di Suq al Leil diratakan dengan tanah dengan menggunakan dinamit dan dijadikan tempat parkir onta, namun karena gencarnya desakan kaum Muslimin International maka dibangun perpustakaan. Kaum Wahabi benar-benar tidak pernah menghargai peninggalan sejarah dan menghormati nilai-nilai luhur Islam. Semula AI-Qubbatul Khadra (kubah hijau) tempat Nabi Muhammad SAW dimakamkan juga akan dihancurkan dan diratakan dengan tanah tapi karena ancaman International maka orang-orang biadab itu menjadi takut dan mengurungkan niatnya. Begitu pula seluruh rangkaian yang menjadi manasik haji akan dimodifikasi termasuk maqom Ibrahim akan digeser tapi karena banyak yang menentangnya maka diurungkan.
Pengembangan kota suci Makkah dan Madinah akhir-akhir ini tidak mempedulikan situs-situs sejarah Islam. Makin habis saja bangunan yang menjadi saksi sejarah Rasulullah SAW dan sahabatnya. Bangunan itu dibongkar karena khawatir dijadikan tempat keramat. Bahkan sekarang, tempat kelahiran Nabi SAW terancam akan dibongkar untuk perluasan tempat parkir. Sebelumnya, rumah Rasulullah pun sudah lebih dulu digusur. Padahal, disitulah Rasulullah berulang-ulang menerima wahyu. Di tempat itu juga putra-putrinya dilahirkan serta Khadijah meninggal.
Islam dengan tafsiran kaku yang dipraktikkan wahabisme paling punya andil dalam pemusnahan ini. Kaum Wahabi memandang situs-situs sejarah itu bisa mengarah kepada pemujaan berhala baru. Pada bulan Juli yang lalu, Sami Angawi, pakar arsitektur Islam di wilayah tersebut mengatakan bahwa beberapa bangunan dari era Islam kuno terancam musnah. Pada lokasi bangunan berumur 1.400 tahun Itu akan dibangun jalan menuju menara tinggi yang menjadi tujuan ziarah jamaah haji dan umrah.
?Saat ini kita tengah menyaksikan saat-saat terakhir sejarah Makkah. Bagian bersejarahnya akan segera diratakan untuk dibangun tempat parkir,? katanya kepada Reuters. Angawi menyebut setidaknya 300 bangunan bersejarah di Makkah dan Madinah dimusnahkan selama 50 tahun terakhir. Bahkan sebagian besar bangunan bersejarah Islam telah punah semenjak Arab Saudi berdiri pada 1932. Hal tersebut berhubungan dengan maklumat yang dikeluarkan Dewan Keagamaan Senior Kerajaan pada tahun 1994. Dalam maklumat tersebut tertulis, ?Pelestarian bangunan bangunan bersejarah berpotensi menggiring umat Muslim pada penyembahan berhala.?
Nasib situs bersejarah Islam di Arab Saudi memang sangat menyedihkan. Mereka banyak menghancurkan peninggalan-peninggalan Islam sejak masa Ar-Rasul SAW. Semua jejak jerih payah Rasulullah itu habis oleh modernisasi ala Wahabi. Sebaliknya mereka malah mendatangkan para arkeolog (ahli purbakala) dari seluruh dunia dengan biaya ratusan juta dollar untuk menggali peninggalan-peninggalan sebelum Islam baik yang dari kaum jahiliyah maupun sebelumnya dengan dalih obyek wisata. Kemudian dengan bangga mereka menunjukkan bahwa zaman pra Islam telah menunjukkan kemajuan yang luar biasa, tidak diragukan lagi ini merupakan pelenyapan bukti sejarah yang akan menimbulkan suatu keraguan di kemudian hari.
Gerakan wahabi dimotori oleh para juru dakwah yang radikal dan ekstrim, mereka menebarkan kebencian permusuhan dan didukung oleh keuangan yang cukup besar. Mereka gemar menuduh golongan Islam yang tak sejalan dengan mereka dengan tuduhan kafir, syirik dan ahli bid?ah. Itulah ucapan yang selalu didengungkan di setiap kesempatan, mereka tak pernah mengakui jasa para ulama Islam manapun kecuali kelompok mereka sendiri. Di negeri kita ini mereka menaruh dendam dan kebencian mendalam kepada para Wali Songo yang menyebarkan dan meng-Islam-kan penduduk negeri ini.
Mereka mengatakan ajaran para wali itu masih kecampuran kemusyrikan Hindu dan Budha, padahal para Wali itu telah meng-Islam-kan 90 % penduduk negeri ini. Mampukah wahabi-wahabi itu meng-Islam-kan yang 10% sisanya? Mempertahankan yang 90 % dari terkaman orang kafir saja tak bakal mampu, apalagi mau menambah 10 % sisanya. Justru mereka dengan mudahnya mengkafirkan orang-orang yang dengan nyata bertauhid kepada Allah SWT. Jika bukan karena Rahmat Allah yang mentakdirkan para Wali Songo untuk berdakwah ke negeri kita ini, tentu orang-orang yang menjadi corong kaum wahabi itu masih berada dalam kepercayaan animisme, penyembah berhala atau masih kafir. (Naudzu billah min dzalik).
Oleh karena itu janganlah dipercaya kalau mereka mengaku-aku sebagai faham yang hanya berpegang teguh pada Al-Qur?an dan As-Sunnah. Mereka berdalih mengikuti keteladanan kaum salaf apalagi mengaku sebagai golongan yang selamat dan sebagainya, itu semua omong kosong belaka. Mereka telah menorehkan catatan hitam dalam sejarah dengan membantai ribuan orang di Makkah dan Madinah serta daerah lain di wilayah Hijaz (yang sekarang dinamakan Saudi). Tidakkah anda ketahui bahwa yang terbantai waktu itu terdiri dari para ulama yang sholeh dan alim, bahkan anak-anak serta balita pun mereka bantai di hadapan ibunya. Tragedi berdarah ini terjadi sekitar tahun 1805. Semua itu mereka lakukan dengan dalih memberantas bid?ah, padahal bukankah nama Saudi sendiri adalah suatu nama bid?ah? Karena nama negeri Rasulullah SAW diganti dengan nama satu keluarga kerajaan pendukung faham wahabi yaitu As-Sa?ud.
Sungguh Nabi SAW telah memberitakan akan datangnya Faham Wahabi ini dalam beberapa hadits, ini merupakan tanda kenabian beliau SAW dalam memberitakan sesuatu yang belum terjadi. Seluruh hadits-hadits ini adalah shahih, sebagaimana terdapat dalam kitab shahih BUKHARI & MUSLIM dan lainnya. Diantaranya: ?Fitnah itu datangnya dari sana, fitnah itu datangnya dari arah sana,? sambil menunjuk ke arah timur (Najed). (HR. Muslim dalam Kitabul Fitan)
?Akan keluar dari arah timur segolongan manusia yang membaca Al-Qur?an namun tidak sampai melewati kerongkongan mereka (tidak sampai ke hati), mereka keluar dari agama seperti anak panah keluar dari busurnya, mereka tidak akan bisa kembali seperti anak panah yang tak akan kembali ketempatnya, tanda-tanda mereka ialah bercukur (Gundul).? (HR Bukho-ri no 7123, Juz 6 hal 20748). Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Majah, Abu Daud, dan Ibnu Hibban
Nabi SAW pernah berdo?a: ?Ya Allah, berikan kami berkah dalam negara Syam dan Yaman,? Para sahabat berkata: Dan dari Najed, wahai Rasulullah, beliau berdo?a: Ya Allah, berikan kami berkah dalam negara Syam dan Yaman, dan pada yang ketiga kalinya beliau SAW bersabda: ?Di sana (Najed) akan ada keguncangan fitnah serta di sana pula akan muncul tanduk syaitan.?, Dalam riwayat lain dua tanduk syaitan.
Dalam hadits-hadits tersebut dijelaskan, bahwa tanda-tanda mereka adalah bercukur (gundul). Dan ini adalah merupakan nash yang jelas ditujukan kepada para penganut Muhammad bin Abdul Wahab, karena dia telah memerintahkan setiap pengikutnya mencukur rambut kepalanya hingga mereka yang mengikuti tidak diperbolehkan berpaling dari majlisnya sebelum bercukur gundul. Hal seperti ini tidak pernah terjadi pada aliran-aliran sesat lain sebelumnya. Seperti yang telah dikatakan oleh Sayyid Abdurrahman Al-Ahdal: ?Tidak perlu kita menulis buku untuk menolak Muhammad bin Abdul Wahab, karena sudah cukup ditolak oleh hadits-hadits Rasulullah SAW itu sendiri yang telah menegaskan bahwa tanda-tanda mereka adalah bercukur (gundul), karena ahli bid?ah sebelumnya tidak pernah berbuat demikian?. Al-Allamah Sayyid AIwi bin Ahmad bin Hasan bin Al-Quthub Abdullah AI-Haddad menyebutkan dalam kitabnya Jala?udz Dzolam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abbas bin Abdul Muthalib dari Nabi SAW: ?Akan keluar di abad kedua belas nanti di lembah BANY HANIFAH seorang lelaki, yang tingkahnya bagaikan sapi jantan (sombong), lidahnya selalu menjilat bibirnya yang besar, pada zaman itu banyak terjadi kekacauan, mereka menghalalkan harta kaum muslimin, diambil untuk berdagang dan menghalalkan darah kaum muslimin?? AI-Hadits.
BANY HANIFAH adalah kaum nabi palsu Musailamah Al-Kadzdzab dan Muhammad bin Saud. Kemudian dalam kitab tersebut Sayyid AIwi menyebutkan bahwa orang yang tertipu ini tiada lain ialah Muhammad bin Abdul Wahab. Adapun mengenai sabda Nabi SAW yang mengisyaratkan bahwa akan ada keguncangan dari arah timur (Najed) dan dua tanduk setan, sebagian, ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan dua tanduk setan itu tiada lain adalah Musailamah Al-Kadzdzab dan Muhammad Ibn Abdil Wahab.
Pendiri ajaran wahabiyah ini meninggal tahun 1206 H / 1792 M, seorang ulama? mencatat tahunnya dengan hitungan Abjad: ?Ba daa halaakul khobiits? (Telah nyata kebinasaan Orang yang Keji) (Masun Said Alwy)

Diambil dari rubrik Bayan, majalah bulanan Cahaya Nabawiy No. 33 Th. III Sya?ban 1426 H / September 2005 M
Wassalamu?alaikum wr wb Baca selengkapnya...

Senin, 06 Juli 2009

ikut imam qunut atau diam saja ??

Tanya: Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,ustadz, ana mau bertanya ketika kita bermakmum kepada imam yang berqunut shubuh apakah harus ikut atau diam (tidak mengangkat tangan)? karena yang ana tahu qunut shubuh dalilnya dhaif. mohon penjelasannya. jazakallahu khair. (Abu Nabilah)

Jawab:
Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.
Qunut shubuh termasuk perkara khilafiyyah, dan yang rajih bahwasanya amalan ini tidak disyariatkan karena tidak memiliki dalil yang shahih. Namun apabila imam berqunut shubuh maka hendaklah makmum mengikutinya, mengangkat kedua tangan dan mengamininya, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إنما جعل الإمام ليؤتم به
"Sesungguhnya imam itu diangkat untuk diikuti" (HR.Al-Bukhari dan Muslim).
Beliau shallallhu 'alaihi wa sallam juga bersabda:
يصلون لكم فإن أصابوا فلكم وإن أخطؤوا فلكم وعليهم
"Mereka (imam-imam) tersebut shalat untuk kalian, kalau mereka benar maka kalian mendapat pahala, dan kalau mereka bersalah maka kalian mendapat pahala dan mereka menanggung kesalahannya" (HR. Al-Bukhary )

Imam Abu Dawud menyebutkan sebuah atsar dimana 'Utsman radhiyallahu 'anhu shalat di Mina 4 rakaat dengan ijtihad beliau, maka Abdullah bin Mas'ud berkata: "Aku shalat bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam (di Mina) 2 rakaat, dan bersama Abu Bakar 2 rakaat, dan bersama Umar 2 rakaat " yaitu dengan mengqashar shalat 4 rakaat.
Akan tetapi ketika beliau shalat di belakang 'Utsman beliau shalat 4 rakaat , maka beliau ditanya, kenapa melakukan demikian? Maka beliau menjawab: Perbedaan itu jelek " (Diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam Sunannya 1/602 no: 1960)

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:
وكذلك إذا اقتدى المأموم بمن يقنت في الفجر أو الوتر قنت معه سواء قنت قبل الركوغ أو بعده وإن كان لا يقنت لم يقنت معه ولو كان الإمام يرى استحباب شيء والمأمومون لا يستحبونه فتركه لأجل الاتفاق والائتلاف : كان قد أحسن
"Dan demikian pula jika makmum di belakang imam yang berqunut shubuh atau witir maka dia juga berqunut, sama saja apakah qunutnya sebelum ruku' atau setelahnya , kalau imam tidak berqunut maka makmum juga tidak berqunut, dan seandainya imam berpendapat mustahabnya sebuah amalan, dan makmum tidak berpendapat demikian maka jika imam meninggalkan amalan tersebut untuk mewujudkan kesepakatan dan kerukunan sungguh dia telah berbuat baik" (Majmu Al-Fatawa 22/267-268).
Beliau juga berkata:
ولهذا ينبغى للمأموم أن يتبع إمامه فيما يسوغ فيه الاجتهاد فاذا قنت قنت معه وإن ترك القنوت لم يقنت
"Oleh karena itu seyogyanya bagi seorang makmum mengikuti imam di dalam perkara yang boleh di dalamnya berijtihad, kalau imam qunut maka dia qunut, kalau imam meninggalkan qunut maka dia tidak qunut "(Majmu Al-Fatawa 23/115)
Syeikh Al-Utsaimin rahimahullah juga pernah ditanya permasalahan ini maka beliau mengatakan:
ثم إذا كان الإنسان مأموماً هل يتابع هذا الإمام فيرفع يديه ويؤمن معه، أم يرسل يديه على جنبيه؟
والجواب على ذلك أن نقول: بل يؤمن على دعاء الإمام ويرفع يديه تبعاً للإمام خوفاً من المخالفة. وقد نص الإمام أحمد - رحمه الله - على أن الرجل إذا ائتم برجل يقنت في صلاة الفجر، فإنه يتابعه ويؤمن على دعائه، مع أن الإمام أحمد - رحمه الله - لا يرى مشروعية القنوت في صلاة الفجر في المشهور عنه، لكنه - رحمه الله - رخص في ذلك؛ أي في متابعة الإمام الذي يقنت في صلاة الفجر خوفاً من الخلاف الذي قد يحدث معه اختلاف القلوب
.
"Kemudian apabila seseorang menjadi makmum apakah mengikuti imam dan mengangkat tangan serta mengamini atau melepas kedua tangannya ke samping ? Jawabannya kita katakan: Hendaknya makmum mengamini doa imam dan mengangkat tangan untuk mengikuti imam, karena ditakutkan (kalau tidak mengikuti ) ini termasuk penyelisihan terhadap imam. Imam Ahmad rahimahullahu telah menegaskan bahwa seseorang jika bermakmum kepada seseorang yang melakukan qunut shubuh maka hendaklah mengikutinya dan mengamini doanya, padahal Imam Ahmad rahimahullah dikenal termasuk orang yang berpendapat tidak disyariatkannya qunut ketika shalat shubuh, akan tetapi beliau memberi keringanan dalam hal ini, yaitu dalam masalah mengikuti imam yang berqunut shubuh karena takut perselisihan yang akhirnya terjadi perselihan diantara hati" (Majmu Fatawa wa Rasail Syeikh Muhammad Al-Utsaimin 14/133)
Wallahu a'lam.
Baca selengkapnya...

Kamis, 25 Juni 2009

Targhib dengan bahasa urdu

AlhamduliLLah ….. bay, Allah-he ham sop ko, bohot bara kalimat ata fermaya, wohe “laa ilaha illaLLah, MuhammadurrasuluLLah”

* Saudara ….. alhamduliLLah Allah telah beri kita kalimat “laa ilaha illaLLah, MuhammadurrasuluLLah”

Is kalimatko: del me utardo, Allah hamara palne walahe, nafa/nuqson, izzat/zillat, bimari/tenderus, goribi/amiri… Allah ke hat me he

* Maksud kalimat ini: masukkan ke dalam hati, Allah adalah pemelihara kita, untung/rugi, mulia/hina, sakit/sehat, miskin/kaya ditangan Allah


Jab ham Allah ke hukmu, Huzur S.A.W ke teriko percelega dunya mebi kami abi, akhirat mebi hamesa kamiabi milega

* Apabila kita taati hukum-hukum Allah dan jalani cara hidup RosuluLLah S.A.W di duniapun kita bahagia, di akhirat kita akan dapatkan kebahagiaan abadi…

Islie… mihnat ki dorurothe is minhat ke bare me, Masjid me bat hogi… Aap tasrif die bohot faeda hoga….

* Untuk itu… diperlukan usaha untuk untuk usaha tersebut, di Masjid ada pembicaraan, tuan datanglah ambil bagian… banyak manfaatnya…

Muhadatsah:

Mere naam Liliek (Nama saya Liliek)

Aap ka naam kia he? (Siapa namamu?)

Me Indonesia se aie hu (Saya datang dari Indonesia)

Charman Allah ke paste maniqlahu iimaan ko sikne keliye (Empat bulan saya keluar untuk belajar iman)

Kesa… Allah ke ghoir delse nikel jahe, Allah se hone ka yakin del me ajae (Selain Allah keluarkan dari hati, bagaimana keyakinan pada Allah masuk ke dalam hati)

Allah se hota, Allah ke ghoir ke alawa / kuch nehi hota (Allah kuasa, selain Allah tidak kuasa)

Sare ke sare kamiabi serf Allah-he ke hat me he (Semua kebahagiaan hanya ditangan Allah)

Sare ke sare hazanah Allah ke pas he (Semua perbendaharaan hanya ditangan Allah)

Chizo oor halaat ka kholiq / malik Allah-he (Pencipta / pemilik benda-benda dan keadaan adalah Allah)

Jo cahte aapne kudrat se kerte he (Bila Dia menghendaki, Dia buat dengan kudratnya)

Kisi ke muhtaj nehi he (Tidak bergantung kepada siapapun)

Wo beniyat he (Dia berdiri dengan sendiri-Nya)
Baca selengkapnya...

Rabu, 17 Juni 2009

Qoidah Fiqh (Qoidah Ketiga)

QOIDAH FIGH KETIGA :


فإذا تزاحم عدد المصالحِ يُقدَّم الأعلى من المصالحِ
( FA IDHA TAZAKHAMA ADADUL MASHALIKHI YUQODDAMUL A'LA MINAL MASHOLIKHI )
artinya : jika dalam suatu masalah bertabrakan antara manfaat satu dengan yang lainnya maka di dahulukan & diambil manfaat yang paling besar / tinggi


هذه قاعدة تزاحم المصالح، والمراد بهذه القاعدة: إذا لم يتمكن العبد من فعل إحدى المصلحتين إلا بتفويت الأخرى فماذا يعمل؟ حينئذ ذكر المؤلف بأنه يُرجِّحُ بين المصالح فيفعل المصلحة العظمى، ولو كان في سبيل ذلك ترك للمصلحة الأقل، وهذه قاعدة في الشريعة مقررة بعدد من الآيات والأحاديث منها قول الله - عز وجل - { وَاتَّبِعُوا أَحْسَنَ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ } (سورة الزمر آية : 55) ومنها قوله -جل وعلا-: { فَبَشِّرْ عِبَادِ (17) الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ } (سورة الزمر آية : 17-18) وأحسنه يرجع إلى القول، فإذا تزاحمت المصالح التي يكون فيها تحقيق لأحكام من أحكام الشريعة، فإننا نتبع الأحسن.
Qaidah ini disebut " tazakhumul masholeh " ( bertabrakan beberapa maslahat/ keutamaan ) dan yang dimaksud dengan qaidah ini adalah: :jika seorang tidak bisa memilih salah satu dari 2 keutamaan / maslahat, kecuali dengan mengalahkan salah satu dari maslahat itu, maka apa yang harus dilakukan ? maka di sini pengarang ( as syeikh abdur rahman as sa'di) menyebutkan : harus mengutamakan maslahat / keutamaan yang lebih besar walaupun harus meningalkan maslahat / keutamaan yang lebih kecil, dan qaidah ini dalam syari'at islam bersumber dari ayat al qur'an dan hadist rasulullah SAW diantaranya :
1. firman allah dalam QS az zumar: 55:. Dan ikutilah sebaik-baik apa yang Telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu[ alqur'an ]
2. firman allah QS al zumar : 17-18 :sampaikanlah berita itu kepada hamba- hamba-Ku, 18. Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaran mereka.
Maka yang paling baik dikembalikan kepada ucapan ini, jika bertabrakan antara manfaat/ keutamaan yang didalamnya untuk mendapatkan hukum dari hukum-hukun syariat maka kami mengikuti yang palin baik.


وإذا تأمل الإنسان أحكام الشريعة وجد أن المصلحة فيها على أنواع: فمرات تكون المصلحة متحتمة واجبة مثل: الصلوات المفروضة، ومرات تكون المصلحة مستحبة مندوبة مثل: الصلوات النوافل، ومرات تكون المصلحة يراد وجودها في المجتمع ولو لم يفعلها جميع أفراد المجتمع مثل: صلاة الجنازة، تغسيل الميت، ومرات يراد بالمصلحة أن تتحقق من جميع الأفراد.
Jika manusia mau memperhatikan hukum-hukum syariat maka akan mendapati maslahat yang banyak jenisnya : ada maslahat yang sudah ditentukan dan merupakan kewajiban seperti : sholat wajib, kadang mendapati maslahat yang disukai dan di sunnahkan, seperti sholat-sholat sunnah, kadang maslahat yang di syari'atkan yang harus ada di masyarakat walaupun tidak semunya mengerjakan seperti misal : sholat jenazah, memandikan mayit, dan kadang juga ada maslahat yang harus dikerjakan oleh semua angota masyarakat.

وهذه المصالح منها مصالح معتبرة للشارع نص على حكمها، والعلماء يقسمون المصالح إلى ثلاثة أقسام:
Dan maslalat-maslahat ini diantaranya maslahat yang mu'tabar ( diakui & dikenal ) dalam syariat dan telah di tentukan hukumnya, dan ulama' menbagi maslahat ini menjadi 3 bagian :

القسم الأول: مصالح معتبرة، وهي التي شهد لها الشارع بالاعتبار سواء كان ذلك بطريق الشرع بطريق الكتاب، أو بطريق السنة، أو بالإجماع، أو بالقياس.
Pertama:maslahatul mutabaroh (maslahat yang sudah terkenal ) dan dia adalah yang telah di akui oleh syari'at kemaslahatannya, baik dengan dalil alqur'an ataupun sunnah, ataupun ijma & qiyas. ( seperti contoh-contoh diatas )

والنوع الثاني: قالوا مصالح ملغاة، وهي المصادمة لنص شرعي، ومثلوا لها بمن لا يرتدع عن التحفظ في يمينه إلا بالصيام ، لا يردعه الإطعام، ولا يردعه الكسوة، فلو قال قائل بأن هذا الشخص نوجب عليه صيام ثلاثة أيام؛ لأنه لا يرتدع عن التحفظ في يمينه إلا بالصيام لكانت هذه مصلحة ملغاة في الشرع؛ لأن الشريعة جاءت بأن الحانث في يمينه يطعم أو يكسو أو يعتق، فإذا لم يجد انتقل للصيام
Kedua : maslahatul mulqoh (maslahat yang gugur), dia dia maknanya: yang bertabrakan dengan dalil, seperti misal, orang yang melangar sumpahnya sedang dia tidak bisa menebus kafarahya kecuali dengan puasa, karena tidak mampu memberi makan fakir dan miskin atau memberikan penghidupan & pakaian, maka jika dikatakan kepada orang ini : wajib bagi kamu puasa 3 hari karena tidak bisa menjaga sumpahnya kecuali dengan puasa, akan tetapi maslahat ini digugurkan oleh syari'at, karena dalam syari'at kafarah bagi yang melangar sumpah, harus memberi makan fakir dan miskin atau memberikan kehidupan & pakaian atau membebaskan budak, namun jika tidak di dapati dan tidak mampu maka sebagia gantinya adalah puasa.
النوع الثالث: مصالح مرسلة، وهي التي لم يأت بها نص لا بإلغائها ولا باعتبارها، وقد اختلف العلماء في حجيتها، فمنهم من يثبت الحجية، ومنهم من ينفي الحجية، وقد رأى شيخ الإسلام ابن تيمية وابن القيم -رحمهم الله- أنه لا يمكن أن توجد مصلحة مرسلة، بل المصالح جميع المصالح مُعْتَبَرة جميعا. من رأى مصلحة ظنها مرسلة فلا يخلو من أحد أمرين:

الأمر الأول: أن تكون مفسدة، ولا تكون مصلحة.
والأمر الثاني: أن يدل عليها نص من الشارع خفي على ذلك الفقيه، وفي هذا القول قوة، وفيه إثبات لكمال الشريعة ولشمولها، والناظر في النصوص الشرعية يجدها شاملة لأغلب مصالح العباد، وأن المرء لا يحتاج إلى القياس إلا في مواطن قليلة تسد النقص الوارد في دليل النصوص على الحوادث.

Tiga : masholihil mursalah yaitu : maslahat yang tidak didapati dalilnya, baik pengugurannya atau penetapanya, dan telah berselisih sebagian ulama' dalam menjadikan dalil& hujjah maslahat ini , ada sebagian yang menjadikan nya dalil dan ada sebagian yang menolaknya, dan telah berpendapat as syeikhul islam ibnu taimiyyah dan ibnu qayyim, (semoga allah meroahmati mereka berdua) : bahwasanya tidak munkin ada maslahat mursalah, karena semua maslahat itu sudah pasti mu'tabar ( di kenal dan ditetapkan syari'at ) ,jika ada sebagian yang menganggap itu maslahat mursalah maka tidak lepas dari dua hal :
1.munkin hal itu mafsadah ( mudharat & bahaya ) bukan maslahat ( manfaat & faedah )
2.sudah ada dalil penetapannya oleh syari'at namun tersembunyi ( samar ) bagi sebagian faqih ( orang yang mengerti fiqh ) dan pendapat ini sangat kuat , karena menetapkan bahwasanya syari'at islam sudah paripurna dan sempurna, jika kita memperhatikan dalil-dalil syar'iyyah maka akan kita dapati bahwasanya syari'at ini mencapuk keumuman maslahat bagi manusia, dan seseorang itu tidak membutuhkan qiyas kecuali hanya pada hal-hal yang amat sedikit sekali yang munkin kurang adanya dalil-dalil dalam hal-hal ( kejadian ) tersebut.

CONTOH PENERAPAN QAIDAH INI :
فإن تعليم العلم أفضل من صلاة النافلة؛ لكون النفع هنا متعديا إلى الغير، ولذلك الفعل الواجب أولى من الفعل المستحب المسنون كما ورد في الحديث عند البخاري: " ما تقرَّب العباد إليَّ بمثل ما افترضتُ عليهم " .
Mencari ilmu syar'iyyah lebih utama dari pada sholat sunnah, karena mencari ilmu selain bermanfaat bagi dirinya juga bermanfaat bagi orang lain, berbeda dengan sholat sunnah manfaatnya untuk diri sendiri, maka dari sini mengerjakan hal yang wajib lebih diutamakan dari pada hal yang sunnah, sebagaimana dikatakan dalam hadist bukhari : "sesunggunya dekatnya seorang hamba kepadaku semisal apa-apa yang telah aku wajibkan atas mereka" artinya semakin banyak seorang hamba mengerjakan kewajiban akan semakin dekat dengan allah dan rasululnya,

ومن هنا فمن دخل المسجد والصلاة الفريضة قد أقيمت، قدَّم الفريضة على تحية المسجد وعلى النافلة - نافلة الفجر ونحوها من النوافل..
Dari sini maka : jika dia masuk masjid sedang sholat wajib sudah di tegakkan maka mendahulukan sholat wajib tersebut dari pada sholat tahiyatul masjid, atau sunnah yang lainya ( seperti 2 rakaat sebelum subuh) dan semisalnya.

ومن القواعد الترجيح بين المصالح: إنهم قالوا: إن المصلحة الخاصة مقدمة على المصلحة العامة في محل الخصوص، ويعمل بالمصلحة العامة فيما عداه. يمثلون لذلك بقراءة القرآن، قالوا: هذا فيه مصلحة، فهو أفضل الذكر، ولكن في المحال الخاصة يقدم عليها الذكر الخاص، مثل: أذكار الصلوات، وأذكار بعد الصلوات، وأذكار الصباح، والمساء، فهذه يقدَّم فيها الذكر الخاص في محل الخصوص.
Maka dari qaidah tarjih antara bebera maslahat (keutamaan ) mereka ( ulama ) berkata: sesunggunya maslahat yang khusus di dahulukan dari pada maslahat yang umum dalam tempat-tempat yang tertentu, dan mengerjakan maslahat yang umum jika tidak pada tempat yang tertentu dan khusus, misalnya : membaca alqur'an , mereka berkata : dan ini termasuk maslahat & keutamaan , dan alqur'an merupakan dzikir paling utama, akan tetapi jika di tempat & waktu tertentu lebih diuatamakan dzikir khusus misalnya : dzikir sholat , ( setelah sholat wajib ), dzikir & doa pagi dan petang ( jika telah tiba waktunya ) maka ini maknanya mendahulukan dzikir khusus di tempat yang khusus, sedang alqur'an bisa dibaca dialin waktu dan kapanpun., misal lainya, mengikuti & menjawab adhan, doa setelah adhan lebih diutamakan dapi pada membaca alqur'an karena waktunya yang khusus & tertentu.

Misal yang lain:
Dalam masalah yang wajib : seseorang memiliki hutang puasa ramadhan 3 hari sedang dia juga memiliku hutang puasa nadhar sedang waktu nya sudah mendekati bulan ramdhan sedang keduanya sama-sama wajib mana yang diuatamakan ? melihat keutamaan yang yang agung dan besar maka lebih diutamakan untuk mengerjakan puasa ramadhan.
Contoh dalam hal yang sunnah : seseorang masuk masjid dan dia ingin mengerjakan sholat sunnah tahiyatal masjid dan sunnah qobliyah ( rowatib ) sedang waktunya sudah mepet dan tinggal sedikit karena imam sudah ada sedang mngerjakan sholat sunnah juga mana yang di diutamakan ? para ulama: mengatakan diutamakan dahulu tahiyatal masjid karena sunnah muakad bahkan sebagian ahlul ilmi ada yang mengatakan wajib.

Misal dalam alqur'an al :

ان تبدوا الصدقات فنعما هيى و ان تخفوها و تؤتوها الفقراء فهو خير لكم اابقرة :271.
Jika kamu menampakkan sedekah(mu)[1], Maka itu adalah baik sekali. dan jika kamu menyembunyikannya[2] dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, Maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. ( al baqoroh : 271 -273 )

[1] menampakkan sedekah dengan tujuan supaya dicontoh orang lain.
[2] menyembunyikan sedekah itu lebih baik dari menampakkannya, Karena menampakkan itu dapat menimbulkan riya pada diri si pemberi dan dapat pula menyakitkan hati orang yang diberi.

Dari ayat ini dapat kita ketahui bahwasanya : bersedekah dengan sirr ( sembunyi ) lebih utama dan didahulukan dari pada sedekah denagn jahr ( terang-terangan )
Baca selengkapnya...

Qoidah Fiqh (Qoidah Kedua)

QAIDAH KEDUA :
الدِّينُ مبني على المصالح في جلبِها والدرء للقبائح
Ad dinu mabniyun 'ala masholihi fi jalbiha wa dar ii lilqobaiihi
" agama ini bagun untuk kebaikan dan maslahat dalam penetapan syariatnya dan untuk menolak kerusakan"


dalam kitab mulakhos mandhumah fiqhiyyah yang di ringkas oleh abu humaid abdullah al falasi dari kitabnya as syeikh muhammad sholeh al usaimin di katakan dalam qaidah pertamnya الدين جاء لسعادة البشر ( ad dinu ja a lisa'adatil basari ) artinya : agama islam datang untuk kebahagian manusia, dalam konteks lain dikatakan :
الدين كله جلبٌ للمصالح ودفعٌ للمفاسد
( ad dinu kuluhu jalbun lilmasholikhi wa daf'un lilmafasidi
Agama ini ( islam) seluruh syari;atnya adalah untuk mendatangkan kebaikan & manfaat dan untuk menolak kerusakan & mudhorot
. وهذه القاعدة هي القاعدة العامة في دين الله عز وجل.
Dan qaidah ini adalah qaidah umum dalam agama ( dienullah ) allah SWT , yang padanya dikembalikan urusan agama ini.

المراد بالدِّين: الشريعة، مأخوذ من الفعل دان بمعنى: أطاع فمن دان لغيره، وأطاعه فإنه قد سلم الدين له، ولما كان أهل الإيمان يطيعون الله - عز وجل - سميت شريعة الله الدين، قال -سبحانه-: { إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ } (آل عمران:19) فقوله هنا مبني على المصالح يعني: أن الشريعة راعت في وضع أحكامها المصالح ، المراد بالمصالح :واحدتها المصلحة، وهي المنفعة.
Karena makna ad dien ( agama ) adalah : as syari'at diambil dari kata fi'il : daana artinya : taat maka jika dikatakan daana lighoirihi :artinya : taat kepada selainnya, dan makna ato'a adalah menyerahkan semua dien ( keta'atan ) kepadnya, maka tatkala orang yang beriman mereka menta'ati allah SWT maka dinamakan syari'at allah itu adalah : ad dien ( agama ) sebagaimana firmannya : sesunggunya ad dien (agama ) yang benar disisi allah hanyalah islam ( ali imran : 19)
Dari firman Allah disini dapat dipahami : bahwasanya agama islam di bagun untuk kemaslahatan artinya : semua syari'at dalam perintah dan larangannya serta hukum-hukumnya adalah untuk maasholihil ( manfaat-manfaat ) dan makna masholihi adalah : jamak dari maslahat artinya : manfaat dan kebaikan
Misal : allah melarang minuman keras dan judi karena mudharat ( bahayanya ) lebih besar dari pada manfaatnya, sebagaimana dikatakan dalam QS : al baqorah :219)
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا
2:219. Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya".
Dan misal-misal yang lainya : seperti pengaraman babi, nikah mut'ah ( bagi yang ngotot menghalalkannya mudharatnya lebih besar: misal : menimbulkan penyakit sexual ,karena sering berganti-ganti pasangan karena vagina menerima kadar asam sperma yang berbeda-beda, bisa merusak keturunan, si anak tidak diketahui siapa bapaknya , merusak kaidah berumah tangga dsb sebagaimana dijelaskan oleh akh metrix, DI tread lainnya)

وليست المنفعة والمصلحة عايدة لله - تعالى- فهو سبحانه الغني كما قال -جل وعلا-: { * يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ (سورة فاطر 15) } (2) فهو- سبحانه- غني، إنما المصلحة عائدة إلى الخلق، وليس المراد بذلك موافقة الأهواء والرغبات التي ترغبها النفوس؛ فإن ذلك مخالف لمعنى الدين والطاعة .
فالطاعة مبنية على الالتزام بأوامر الله ؛ لذلك جاءت الشريعة بالنهي عن اتباع الهوى: { وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ } (سورة ص آية : 26) فلاتباع الهوى مضار عديدة وشرور وخيمة، ليست المصلحة أبدا في اتباع الهوى.
إذا تقرر ذلك فما هو المصدر الذي نحكم من خلاله أن هذا الفعل مصلحة أو مفسدة للناس؟

Dan bukanlah manfaat dan maslahatnya kembali kepada ALLAH , karena sesungguhnya allah maha kaya sebagaimana firmanya : QS alfatir 35:15. Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.
Sesungguhnya ALLAH maha kaya dan maslahat serta faedahnya kembali untuk hambaNYA dan bukanlah yang dimaksud disini adalah sesui dengan hawa nafsu dan apa-apa yang di inginkan nafsu manusia, karena itu menyelisihi makna addien ( agama ) dan keta'atan , sedangkan ketaatan dibangun diatas iltizam ( berpegang teguh ) dengan perintah serta larangan allah, maka untuk inilah syari'at islam melarang untuk mengikuti dan memperturutkan hawa nafsu sebagaimana firmanya : : jangan lah kamu mengikuti hawa nafsu sehingga kamu tersesat dari jalan allah ( QS : shood : 26 )
Karena mengikuti hawa nafsu akan menumbulkan bahaya yang banyak, kejelakan serta kehinaan, dan tidak ada di dalamnya maslahat serta manfaatnya sedikitpun dalam mengikuti hawa nafsu, maka jika kita mengakui hal tersebut maka apakah sumber beragama kita yang kita mengambil hukum tatakala mempertimbangkan : ini adalah bermanfaat dan baik buat manusia ataupun sebaliknya


Dari sini ada 2 golongan manusia yang mensikapi agama ini :
1.لا يوليها او اهتمام orang yang tidak memperdulikan dan tidak bersungguh-sungguh dalam mempertimbangkan masalah manfaat dan mudharat ( seperti sebuah fatwa yang bisa merugikan orang banyak & membunuh jiwa pent.) yang ada pada mereka adalah hanya semangat sehingga tidak memperhatikan qaidah fiqh & menjauhi ilmu fiqh dan usul serta qaidahnya.
2. يوازنون موازنة الصحيحة يبن درء المفاسد و جلب المصالح orang yang menimbang dengan timbagan yang shahih dalam menolak mudharat dan mengambil manfaat dalam beragama dan berkata dan berfatwa, dan ini harus dengan dalil dan syari'at ALLAh bukan hanya sekedar perasaan & dengan akal lebih-lebih hawa nafsu.


Misalnya : sebagian ulama mengharamkan rokok , karena dan mudharatnya lebih besar dari pada manfaatnya dengan dalil sbb ( sekalin ini bantahan kepada akh … dalam treadnya )
1. Firman Allah ta'ala :
و يحل لهم الطيبات و يحرم عليهم الخبائث ( الاعراف : 157)
Dan dia menghalalkan yang baik bagi mereka serta mengharamankan bagi mereka segala sesuatu yang buruk " ( al a'raf : 157 )
Rokok termasuk hal yang buruk dan membahayakan diri sendiri , & orang lain serta tak sedap baunya.
2. ولا تلقوا بأيديكم الى التهلكة ( البقرة : 195 )
' dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan " ( al baqoroh : 195)
rokok mengakibatkan penyakit yang bisa membinasakan seperti kanker, penyakir paru-paru dan lain sebagainya.
3. ولا تقتلوا أنفسكم ان الله كان بكم رحيما ( النساء : 29 )
Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya allah terhadap kalian maha menyayangi ( an nisa : 29 )
Rokok bisa membunuh penghisapnya secara perlahan-lahan
4. واثمهما اكبر من نفعيهما ( البقرة : 19 )
'dosa keduanya ( minuman keras & judi ) lebih besar dari pada manfaatnya ( al baqoroh : 219 )
rokok bahayanya lebih besar dari pada manfaatnya baik bagi dirinya sendiri ataupun orang lain.
5. ولا تبذر تبذيرا ان المبدرين كانوا اخوان الشياطين ( الاسراء : 26 )
' janganlah menghambur-hamburkan ( hartamu ) dengan boros, sesungguhnya pemborosan itu adalah saudaranya syaithon ( al isra' : 26 )
membeli rokok adalah merupakan pemborosan & pemborosan termasuk perbuatannya syaithon.
6. Rasulallah SAW bersabda : لا ضرار و لا ضرار
' tidak boleh membahayakan diri sendiri ataupun orang lain '
merokok membahayakan si perokok, menganggu orang lain & membuang-buang harta.
7. Sabda Nabi Muhammad SAW :
و كره ( الله ) لكم اضاعة المال ( متفق عليه )
' Allah membenci untukmu perbuatan menyia-yiakan harta' ( HR bukhari-muslim ).
Merokok adalah menyia-nyiakan harta & dibenci Allah.
8. sabda Rasulallah SAW :
انما مثل الجليس الصالح و الجليس السوء كحامل المسك و نافخ الكير ( متفق عليه )
' perumpamaan kawan duduk yang baik dengan kawan duduk yang jelek ialah seperti pembawa minyak wangi dengan peniup api ( tukang pandai besi )' ( HR Bukhari-muslim )
perokok adalah kawan duduk yang jelek yang meniup api yang bisa membakar orang di sekitarnya ataupun menyebabkan bau yang tidak sedap.
من تحسى سما فقتل نفسه فسمه في يده يتحساه في نار جهنم خالدا مخلدا فيها أبجا ( رواه مسلم )
' Barang siapa menghirup ( meminum ) racun hingga mati maka racun itu akan berada di tangannya lalu dihirupkan slama-lamanya di neraka jahannam ( HR Muslim ).
Rokok mengandung racun ( nikotin ) yang membunuh penghisapnya perlahan-lahan & menyiksanya.
Sabda Rasulallah SAW :
من أكل ثوما أو بصلا فليعتزلنا وليعتزل مسجدنا وليقعد بيته ( متفق عليه )
' Barang siapa makan bawang putih atau bawang merah hendaknya menyingkir ( menjauh ) dari kita dan menjauhi masjid kami dan duduklah dirumah ( HR Bukhari-Muslim ).
Rokok lebih busuk baunya dari pada bawang putih ataupun bawang merah .
11. Sebagian besar ahli fiqh mengharamkan rokok, sedang yang tidak mengaharamkan rokok belum melihat bahayanya yang nyata yaitu penyakit kanker dan paru-paru yang bisa membunun penghisapnya.
( bisa lihat buku bimbingan islam untuk masyarakat karya as syeikh muh. zamil zainu )

sumber dalil dari qaidah ini adalah :

وهذه القاعدة: قاعدة بناء أحكام الشريعة على جلب المصالح ودرء المفاسد يدل عليها أدلة عديدة، منها: قوله - سبحانه-: { وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ (107) } فمقتضى كون هذه الشريعة الرحمة أن تكون جالبة للمصلحة دافعة للمفسدة، وقال -جلَّ وعلا-: { الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا } فإكمال النعمة بإتمام هذا الدين، وتمام النعمة وإكمالها يكون بكون هذا الدين جالبًا للمصالح، دافعا للمفاسد.
Dari qaidah ini : dalam membangun hukum-hukum syari'at untuk mengambil manfaat & faedah serta menolak mudharat telah menunjukkan dalil-dalil yang jelas dari alqur'an diantaranya :
1. وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ (سورة الأنبياء آية : 107)
Dan tidak lah kami mengutusmu ( ya muhammad ) kecuali sebagai rahmat untuk semesta alam ( al anbiya: 107 )
Dan salah satu tujuan dari di utusnya Rasulullah adalah sebagai rahmat : dan salah satu tuntutan dari kalimat " rahmad " adalah : hendaknya syari'at itu untuk mengambil manfaat dan maslahat dan untuk menolak bahaya dan kerusakan.
2. { الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا }سورة المائدة آية : 3
" pada hari ini telah aku sempurnakan bagi kalian agama kalian dan telah kami cukupkan nikmatKU dan telah aku ridahi islam sebagai agama kalian ( al amidah : 3 )
sempurna dan cukupnya nikmat ini : adalah dengan di sempurnakannya agama islam dan nikmat itu sempurna serta cukup dengan agama yang syariatnya untuk mendapatkan faedah & manfaat bagi manusia serta untuk menolak bahaya dan kerusakan.

ولأهمية هذه القاعدة اعتنى العلماء بها، بل قد أخرجها الإمام العز بن عبد السلام بِمُؤَلَّفٍ كامل وجعل أحكام الشريعة كلها تدور على هذه القاعدة،

Karena pentingnya qaidah ini maka ulama merasa cukup dan bersungguh sunguh dalam meperhatikan qaidah ini bahkan telah mengemukakannya al imam al izzi bin abdus salam dalam kitabnya yang lengkap dan menjadikan hukum-hukum syari'ar semuanya berputar dan bersumber dari qaidah ini.

CONTOH LAIN DARI QAIDAH KEDUA INI DALAM AL QUR'AN :
Allah ta'ala berfirman :

وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ ( الأنعام:108 )
Artinya : 6:108. Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.

Dari ayat ini allah melarang kita mencaci & menhina sembahan orang-orang kafir karena manfaatnya lebih kecil bahkan mudharatnya akan lebih besar yaitu : mereka orang kafir akan balik mencaci maki allah dengan melampaui batas tanpa ilmu;

CONTOH DARI PERBUATAN RASULULLAH SAW
1.Ucapan beliau kepada istrinya aisyah RA :
لولا حدثنا قومك بكفر لهدمت الكعبة و لجعلته على قواعد ابراهيم ( صحيح البخاري كتاب الحاج باب فضل مكة ب ينيانها رقم : 1583و1584و1585و صحيح مسلم كتاب الحاج باب نقض الكعبة و بنائها رقم : 1333)
" kalulah bukan baru masuk islam kaummu sungguh akau akan hancurkan ka'bah dan aku bangun kembali diatas pondasi ibrahim ( HR bukhari kitab hajj bab keutamaan ka'bah dan bangunnanya no : 1483,3584,1585 dan muslim kitab hajj bab renofasi ka'bah dan bangunanya no : 1333)
dalam hadist ini Rasulullah SAW lebih mendahulukan maslahat, padahal beliau ingin sekali memhancurkan ka'bah dan membangun kembali sesui pondasi yang dibangun nabi Ibrahim AS dulu, karena saat kaum quraish merenofasi ulang ka'bah mereka kekurangan harta yang baik dan bagus untuk membangun ka'bah sehingga hanya sampai ( sebelum ) hijr ismail, namun demi maslahat dan tidak ingin timbul fitnah rasulullah mengurungkan niatnya untuk merenofasi ka'bah karena umatnya ( orang quraish ) saat itu baru masuk islam .

2.contah lain , tatkala umar mengemukan kepada rasulullah untuk minta idzin membunuh tokoh munafiq abdullah bin ubai bin salul yang tingkah lakunya sudah sangat meresahkan rasulullah dan kaum mukminin saat itu umar berkata :
يا رسول الله دعني ان اضرب عنقه فقال رسول الله : لا يا عمر, لا يتحدث الناس ان محمد قتل أصحابه ( رواه البخاري كتاب المنافق باب :ما ينهى عن دعوة الجاهلية رقم : 3518 و مسلم في كتاب البر و الصلة و الاداب باب نصر الاخ ظالما او مظلوما رقم : 2584 )
Kata umar ya rasulullah biarkan aku untuk memengal lehernya, maka Rasulullah SAW menjawab : jangan ya umar , jangan sampai manusia membicarakan bahwa Muhammad telah membunuh para shahabatnya ( HR bukhari kitab munafiq bab: larangan berdoa untuk orang jahiliyyah hadist no : 3518 dan muslim : kitab : berbuat baik dan menyambung silaturrahmi dan adab bab : menolong saudara yang berbuat dhalim atau di dhalimi no : 2584 )
Dari hadist ini dapat kita pahami : bahwasanya Rasulullah tidak ingin timbulnya fitnah , dengan sebab membunuh tokoh munafiq ini karena tokoh ini memiliki pengaruh dan pengikut dikaumnya dan saat itu sebagian besar umatnya adalah baru saja masuk islam , padahal kalo kita lihat banyak dosa & penghianatan kepada Rasulullah , menfitnah aisyah ( hadist ifki ), membuat masjid dhiror, mengatakan rasulullah orang yang rakus & orang yang hina ( bisa lihat QS al munafiqun ) dsb, namun demi maslahat secara umum Rasulullah SAW melarang umar untuk membunuh tokoh munafiq ini.

3. tatkala ada orang arab badui masuk kemasjid dan kencing didalamnya, pada saat itu para shohabat ingin mencegahnya namun rasulullah melarangnya, beliau bersabda :
دعوه ثم امربدلو من الماء فصب على بوله ( رواه البخاري كتاب الآدب باب الرفق في االأمر كله حديث رقم : 6025 و مسلم كتاب الطهارة باب وجوب غسل البول وغير من النجسات اذا حصلة في المسجد .... حديث رقم :284,285 )
Kata Rasululah : biarkan saja, dan beliau memerintahkan untuk menyiramnya dengan air , maka para shohabat menyirmanya dengan air ( HR bukhari kitab adab , bab lemah lembut dalam segala hal hadist no : 6025 dan muslim kitab : thoharah bab wajibnya mencuci air kencing dan najis yang lain jika didapati dalam masjid no : 284&285 )

Dari peristiwa ini mudharat yang di cegah oleh rasulullah SAW diantaranya :
1. jika dibiarkan para shahabat mencegahnya maka akan terbukalah aura orang badui ini sehingga akan banyak orang melihatnya.
2. jika dicegah munkin akan menyebar air kencingnya ke mana-mana.
3. jika dicegah maka akan terputus air kencingnya dengan terpaksa dan ini bisa menimbulkan penyakit bagi orang badui tersebut dan Rasulullah tidak ingin terjadi itu semuanya
Inilah diatara manfaat dan faedah dari lemah lembutnya Rasulullah SAW kepada orang yang jahil dan bodoh.
Baca selengkapnya...

Qoidah fiqh (Qidah pertama)

Kaidah petama :

النية شرط لسائر العمل بها الصلاح والفساد للعمل
An niyatu sartun lisairil 'amal biha sholaku wal fasadu lil'amal

Artinya : niat itu adalah syarat bagi semua amalan dalam ibadah dengan niat akan diketahui baik & buruknya amalan.

وقد عبر بعض العلماء عن هذه القاعدة بعنوان آخر فقالوا: لا ثواب إلا بنية،
Ada sebagian ulama' mengemukakan qaidah ini dengan lafad & siya' ( susunan kata ) yang berbeda : yaitu : la sowaba illa binniyat ( tidak sah suatu amalan kecuali dengan niat )
Atau redaksi yang lain mengatakan ( jumhur ulama') : الأمور بمقاصدها، : al umuru bimaqosidiha
Segala sesuatu amalan tergantung niat & tujuannya


Penjelasan secara ringkas :

ذكر المؤلف هنا أن النية شرط لتصحيح العمل، والمراد بالنية القصد- يقال: نوى كذا بمعنى قصده، ويراد بالنية في الاصطلاح العزم على الفعل، فمن عزم على فعل من الأفعال قيل بأنه قد نواه، وبعض العلماء يعرف النية بأنها قصد التقرب لله - عز وجل - وهذا لا يصح؛ لأن النية على نوعين: نية صحيحة بقصد التقرب لله - عز وجل - ونية التقرب لغيره، وهذه أيضا من أنواع النيات، ولكل حكمه.
Pengarang ( as syeikh abdur rahman as sa'di ) menyebutkan di sini : bahwasanya niat merupakan syarat sah tidaknya suatu amalan, adapun yang di maksud niat adalah : a' qosdu ( tujuan & keinginan) jika di katakan : nawa kadha : artinya : madsud & tujuannya) adapun makna niat secara istilah :" al azmu 'alal fi'il ( berkeinginan kuat untuk mengerjakan suatu amalan ) maka barang siapa yang memiliki keinginan kuat untuk berbuat suatu amalan maka sudah di katakan itu dia telah berniat, dan sebagian ulama' menjelaskan arti niat maknanya : " berkeinginan & bertujuan mendekatkan diri kepada allah , dan ini kurang tepat , karena disana ada 2 kemunkinan : niat yang benar untuk mendekatkan diri kepada allah dan ada pula niat untuk mendekatkan diri kepada selain allah, dan ini juga termasuk niat , dan semuanya ada hukum dan perinciannya.


Dari qaidah ini ada 2 penjelasan yang pertama :
1.Dalil niat merupakan syarat amalan.
2. kedudukan dan fungsi niat.

Dalilnya dari hadist umar ibnu khotob :
وعن أمير المؤمنين أبي حفص عمر بن الخطاب قال: سمعت رسول الله يقول: إنما الأعمال بالنيات، وإنما لكل امرئ ما نوى، فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله، ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها أو امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه( متفق عليـــه )
Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob radiallahuanhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.
(Riwayat dua imam hadits, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhori dan Abu Al Husain, Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naishaburi dan kedua kitab Shahihnya yang merupakan kitab yang paling shahih yang pernah dikarang) .

وهذا الحديث حديث عظيم حتى قال طائفة من السلف، ومن علماء الملة: ينبغي أن يكون هذا الحديث في أول كل كتاب من كتب العلم؛ ولهذا بدأ به البخاري -رحمه الله- صحيحه، فجعله أول حديث فيه حديث إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ ما نوى بحسب اللفظ الذي أورده في أوله.
وهذا الحديث أصل من أصول الدين، وقد قال الإمام أحمد: ثلاثة أحاديث يدور عليها الإسلام:
حديث عمر: إنما الأعمال بالنيات .
وحديث عائشة: من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد .
وحديث النعمان بن بشير: الحلال بين والحرام بين

Hadist ini merupakan hadist yang amat agung sehingga sebagian ulama' salaf berkata: " hendaknya hadist ini diletakkan diawal kitab dari kitab-kitab ilmu agama, karena itulah imam bukhari memulai menulis hadist dalam kitab shohihnya dengan hadist ini ( inamal a'malu binniyat ) sesuai lafad yang kami camtumkan diatas.
Dan hadist ini merupakan salah satu usul ( pondasi ) dari sekian pondasi agama, dan telah berkata imam ahmad : " tiga hadist yang berputar & di bangun di atasnya islam yaitu :
1 hadist umar RA ini : inamal a'malu binniyat. ( sesunggunya amalan tergantung niyatnya )
2yang kedua hadistnya aisyah RA : " barang siapa mengada-ada ( berbuat bid'ah ) suatu amalan dalam agama kami ( islam ) yang tidak ada contohnya ( dari rasulullah ) maka amalanya tertolak ( lihat arbai nawawi hadist ke 5 ) .
3. hadistnya nu'man bin basyir : sesunggunya halal telah jelas dan haram sudah jelas ( lihat arbain nawawi hadist ke 6 )

adapun kedudukan & fungsi niat adalah :
kedudukan niat adalah didalam hati tidak ada tuntunan dari rasulullah untuk menlafadkan niat & menjaherkannya, kecuali ibadah haji /umrah

fungsi niat adalah :
1. untuk membedakan amalan itu ibadah ataupun adat dan perbuatan biasa.
Misal : mandi , mandi ini adalah hal biasa, namun jika dilakukan dengan niat ibadah , maka mandi ini akan bernilai ibadah, misal mandi wajib, mandi sebelum ihram, mandi sebelum sholat jum'at, begitu juga orang berkumur-kumur kemudian mencuci muka dan tangan dan mengusap kepala serta kaki , kalo dilakukan habis bangun tidur dengan tujuan biar bersih maka ini adalah hal biasa bukan ibadah, namun jika di lakukan dengan niat wudhu maka inilah ibadah dsb.
2. untuk membedakan amalan satu dengan yang lainnya.
Misalnya: orang menjamak sholat dhuhur dan asar, keduanya dilakukan dalam satu waktu & sama-sama 4 raka'at , maka untuk membedakan ini sholat dhuhur & itu sholat asyar adalah dengan niat, atau misalnya : kita masuk masjid kemudian kita sholat 2 raka'at , ada kemunkinan kita melakukan sholat tahiyatal masjid atau sholat sunnah qobliyah ( sunnah rawatib ) untuk membedaknya adalah dengan niat dsb.
Dan dengan niat akan diketahui benar salahnya amalan itu, karena syarat ibadah selain niat adalah iklash dan mutaba'ah ( mengikuti sunnah nabi ) dan ibadah apapun harus memenuhi syarat ini, sedang iklhas ataupun tidak amalan tersebut juga tergantung niatnya , kalo niyatnya iklhas maka ibadahnya benar tapi kalo niatnya riya' maka ibadahnya salah.

Maka dari sini ada 4 kemungkinan dalam ibadah :
1. iklash yang sesui dengan syariat خالص ولموافق
2. iklash namun tidak sesui syar'iat خالص غير موافق
3. sesui syariat tetapi tidak iklash موافق غير خالص
4. tidak iklash dan tidak sesui dengan syariat غير خالص و غير موافق

dan dari 4 kemunkinan ini hanya yang iklas & sesuai syariatlah ibadahnya yang di benar .

sebagian Ayat dan hadist yang berhubungan dengan niat :
Allah telah berfirman :
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ( سورة البينة :5)
Dan tidaklah mereka disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus ( al bayyinah : 5 )
{ مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلَاهَا مَذْمُومًا مَدْحُورًا (18) وَمَنْ أَرَادَ الْآَخِرَةَ وَسَعَى لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ كَانَ سَعْيُهُمْ مَشْكُورًا (19) سورة الإسراء آية : 18-19 7:
17:18. Barang siapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahanam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.
17:19. Dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik. ( al isra': 18-19 )
{ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا (سورة النساء آية : 114)
Dan barang siapa yang berbuat demikian karena mencari keridaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.( an nisa: 114 )

Rasulullah telah bersabda :
حديث معاذ - رضي الله عنه - أن النبي - صلى الله عليه وسلم - قال: " من غزا يريد عقالا، فإنما له ما نوى "
Hadistnya mua'd RA sesunguhnya rasulullah telah bersabda : " barang siapa yang berperang karena ghonimah maka baginya niat tersebut ( artinnya: dia tidak mendapat pahala karena niatnya untuk mendapat harta rampasan perang pent.)
وجاء في المسند أن النبي - صلى الله عليه وسلم - قال: " رب قتيل بين الصفين الله أعلم بنيته "
حكم الحافظ -رحمه الله- بأن الحديث ممن وثق رجاله، قال: رجاله موثقون
،
Dan dalam musnad sesunggunya rasulullah SAW bersabda : sesungguhnya antara 2 kelompok yang berperang ( saling membunuh ) allah lah yang tahu niat dalam hatinya (al hafidh ibnu hajar menghukumi bahwasannya hadist ini rawinya terpercaya sebagaiamana beliau berkata : rijaluhu mausuqun.

وجاء في الحديث الآخر أن النبي - صلى الله عليه وسلم - قال: " ثم يبعث الله الناس على نياتهم
Dalam hadist lain dikatakan : "kemudian Allah membangkitkan manusia sesui dengan niatnya "

Baca selengkapnya...

Selasa, 16 Juni 2009

Pendapat Para Ulama Mengenai Pertukaran Mazhab

Pendapat Para Ulama Mengenai Pertukaran Mazhab
ada 6 golongan :

[1] Golongan pertama yaitu golongan yang mewajibkan beramal dengan satu mazhab

Mereka terdiri daripada para ulama usul al-Fiqh seperti al-Jilily, al-Aamidi, Ibn Hajib, Ibn Hajar al-Haitsami, Ibn Munir, dll. Menurut mereka, pertukaran kepada pendapat mazhab lain hanyalah sekedar perbuatan mempermainkan hukum syarak dan menuruti hawa nafsu. Oleh karena itu, perbuatan menukar mazhab adalah haram dan beramal dengan satu mazhab adalah wajib. Sebagian dari mereka membolehkan bertukar mazhab di kala darurat. Walaupun begitu, melarang bertukar mazhab hanya karena ditakuti menurut hawa nafsu dan mempermainkan syarak adalah satu hujah yang tidak cukup kuat.

[2] Golongan kedua adalah golongan yang membolehkan pindah mazhab

Mereka terdiri dari mayoritas ulama usul al-Fiqh dan ulama fiqh sendiri. Menurut mereka, tidak wajib beramal dengan satu mazhab saja dan boleh mengikuti pendapat-pendapat dari mazhab-mazhab lainnya. Walaupun begitu, mereka tidak mengharamkan perbuatan beramal dengan satu mazhab saja, karena banyak golongan muslim yang yang tidak mampu memahami dalil dan perbincangan para ulama. Dengan demikian mereka boleh mengikuti pendapat mufti mereka.

[3] Golongan ketiga adalah golongan yang mewajibkan bertukar mazhab dan mengharamkan beramal dengan satu mazhab saja (haram bermazhab)

Pendapat ini telah dinukilkan oleh Ibn Amir al-Haaj dari Ibn al-Hummam. Ini juga pendapat Ibn Hazm al-Zahiri.

Syarat-syarat Pertukaran Mazhab Bagi Golongan Kedua

Adapun para ulama berbeda pendapat mengenai syarat-syarat pertukaran mazhab.

[1] Golongan yang membolehkan bertukar mazhab secara mutlak.

Ini adalah pendapat al-Suyuti di dalam kitabnya al-Hawi li al-Fatawi jilid 1, hal 297. Ini juga pendapat sebagian ulama pada masa kini.

[2] Golongan yang membolehkan bertukar mazhab dengan syarat tarjih.

Mereka terdiri dai ulama usul al-Fiqh seperti al-Nawawi, Ibn Burhan, Imam Ahmad dan golongan Hanabilah, al-Rafi’i, Ibn Taimiyah, Ibn al-Qayyim, dll. Menurut mereka, tidak salah bagi seorang muslim bertukar mazhab lain yang sesuai dengannya, dengan syarat pendapat yang diikuti itu adalah pendapat yang paling tepat atau rajih.

[3] Golongan yang membolehkan bertukar kepada mazhab lain dan tidak beramal dengan satu mazhab dengan syarat pertukaran tersebut terjadi sebelum melakukan sesuatu perbuatan dan bukannya setelah melakukannya.

Ini merupakan pendapat yang dipegang oleh Imam al-Haramain al-Juwaini (guru Imam al-Ghazali). Mereka berpendapat perbuatan menukar mazhab setelah suatu perkara berlaku hanya merupakan alasan untuk menurut hawa nafsu.

[4] Golongan yang mengatakan tidak wajib beramal dengan satu mazhab dan boleh bertukar mazhab dengan syarat pertukaran tersebut karena mengikuti dalil yang lebih kuat.

Menurut golongan ini, jika pertukaran mazhab bukan karena mengikuti dalil yang kuat, walaupun perbuatan itu boleh ditarjihkan dengan maslahah, qiyas, dan maqasid, maka ia tidak dibenarkan dan hukumnya adalah haram. Alasan mereka, perbuatan menukar mazhab tanpa mengikuti dalil yang kuat adalah sama dengan mempermainkan urusan agama. Ini adalah pendapat Qaddumi al-Hanafi, Ibn Taimiyah, dan Ibn Qayyim al-Jauziyyah.

[5] Golongan yang mengatakan boleh mengambil pendapat mazhab lain jika pendapat lain yang diikuti itu tidak bertentangan dengan mazhab yang sedang diamalkan oleh pelaku tersebut. Kalau tidak memenuhi syarat tersebut, maka hukumnya menjadi haram.

Ini adalah pendapat al-’Izz bin Abdul Salam yang bermazhab Syafie.

[6] Golongan yang tidak mewajibkan beramal dengan suatu mazhab, akan tetapi menetapkan tiga syarat untuk beramal dengan pendapat dari mazhab lain:

1. Pendapat-pendapat yang diambil itu tidak menyalahi ijmak.
2. Meyakini bahwa imam yang bakalan diikuti pendapatnya itu lebih afdal untuk diikuti
3. Tidak mengambil rukhsah (keringanan) dari setiap mazhab untuk menuruti hawa nafsu

Ini adalah pendapat Yahaya al-Zannati dari Mazhab Maliki dan juga Ibn Daqiq al-’Id dari Mazhab Syafie.
Baca selengkapnya...